+62 813-8454-4246
2.Nama : P.Wisnu Budiwijaya ---Judul
+62 812-9661-4411
3. Nama : Cahyo EN
+62 858-1029-0085
4. Nama : Herlina (HSH)
+62 817-6567-432
5. Nama : Lieingwong
+62 812-9262-800
6. Nama : Wiwik Kristanto
+62 852-8454-4246
7. Nama : Iman
+62 813-1593-4466

Belajar Ayub 1
"Legowo"
Ayub 1:21 BIS dan berkata, " Aku dilahirkan tanpa apa-apa, dan aku akan mati tanpa apa-apa juga, TUHAN telah memberikan dan TUHAN pula telah mengambil. Terpujilah nama-Nya!".
Dalam hidup, akan ada momen di mana apa yang kita rasa menjadi milik kita akan diambil. Pada saat-saat seperti ini, sebelum menyalahkan Tuhan dan bahkan mengutuki-Nya, kiranya kita dapat merenungkan apa yang Ayub alami. Seberat-beratnya masalah yang mungkin kita alami, Ayub hampir pasti mengalami penderitaan yang lebih berat dari kita semua. Karena itu, rasanya kita perlu merasa malu jika kita tidak mampu untuk lebih legowo, alias ikhlas melepaskannya. Ayub sadar benar bahwa ia hanyalah pengelola, bukan pemilik. Bahwa semua yang ada padanya adalah milik Tuhan. Kesadaran akan hal inilah yang membantunya untuk bisa bersikap benar saat hidup sangat berat baginya.
Kita hanyalah pengelola, bukan pemilik.
Selamat berjuang dan berkarya ditengah-tengah pergumulan hidup kita masing-masing. Tetaplah semangat dan pandanglah Yesus yang sudah mati di Kayu Salib menebus dosa-dosa kita. Tuhan Yesus Memberkati. Amin
Belajar Ayub 2
"Bukan Kata-Kata"
Dalam injil Yohanes 9:2-3 (TB) Murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya: "Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?" Jawab Yesus: "Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia.
Ketika ketiga sahabat Ayub--Elifas, Bildad, dan Zofar--mendengar kalau Ayub sedang sakit, mereka bersepakat untuk menjenguknya dan memberikan penghiburan kepadanya (ay.11)
Lepas dari apa yang terjadi pada pasal selanjutnya mengenai kisah Ayub dan ketiga sahabatnya ini. Setidaknya kita dapat belajar satu hal yang sangat krusial dari peristiwa ini; satu hal yang begitu dalam keseharian kita, yakni tentang bagaimana menemani seseorang yang sedang terluka atau sedang ada dalam penderitaan, dan menjadi pendengar yang baik bagi mereka. Menjadi orang Kristen, yang sudah begitu akrab dengan kata-kata iman, sering kali membuat kita lupa bahwa apa yang sebenarnya orang yang sedang menderita butuhkan sering kali bukanlah kata-kata, namun kehadiran tanpa kata.
Kehadiran kita yang diam tanpa kata pun, yang hanya menyiapkan telinga untuk menjadi pendengar, sering kali sudah menjadi sebuah penghiburan yang tiada tara baginya.
Bukan kata-kata, namun kehadiran dan kesediaan kitalah yang mereka perlukan.
Selamat menjalankan tugas dan tanggung jawab kita hari ini. Dengan memperhatikan anggota keluarga kita, adalah salah satu ujud kita mengasihi mereka. Tuhan Yesus Memberkati. Amin
Pembacaan AYUB 1 (hari ke 437)
Tafsiran
Dalam pandangan Iblis, kesalehan manusia bagaikan omong kosong. Bagi Iblis, manusia hanya taat kepada Allah karena ada pamrih, yaitu bila mendapatkan segala sesuatu yang dia inginkan. Bila tidak, tentu manusia tidak akan menyia-nyiakan waktunya bagi Allah. Pandangan tersebut kemudian diajukan Iblis kepada Allah sebagai gugatan untuk mencabut semua "fasilitas kelas satu" yang sudah dimiliki Ayub sebagai sebuah ujian bagi iman Ayub. Dan Allah setuju (6-12).
Dalam waktu yang hampir bersamaan, Ayub kehilangan seluruh miliknya. Ribuan hewan ternaknya dirampas (13-17). Seolah masih belum cukup, kesepuluh anaknya tewas secara mengenaskan dalam bencana saat mereka berpesta (18-19). Siapakah orang yang tak hancur hati mengalami situasi demikian? Katakanlah harta masih dapat dicari, tetapi anak-anak yang selama ini begitu dia kasihi? Maka tak heran bila Ayub mengoyak jubah dan mencukur kepala sebagai tanda duka citanya (20).
Mari kita kembali pada gugatan Iblis terhadap Ayub. Dalam masalah berat yang Ayub hadapi, adakah ia meninggalkan Allah? Ayat 22 jelas menyatakan bahwa "Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dan tidak menuduh Allah berbuat yang kurang patut."
Cara pandang manusia terhadap kepemilikan sangat berpengaruh terhadap respons ketika miliknya itu diambil. Tentu tak salah bila kehilangan harta benda bagai sebuah pukulan, atau kehilangan anggota keluarga bagai rusaknya tatanan hidup, dan kehilangan keduanya bagai langit runtuh. Ayub sendiri berduka dan ia jelas menyatakan perasaan dukanya. Namun imannya merespons secara mengagumkan. Ayub sadar bahwa semua yang ia miliki adalah pemberian Tuhan dan karena itu, ia patut menerima bila Tuhan ingin mengambil semua itu kembali (21).
Sampai sedemikian dalamkah pemahaman kita akan segala sesuatu yang kita miliki? Bila Tuhan mengambil semuanya sekaligus, bagaimana kira-kira respons Anda? Akankah Anda berkata, "Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan"?
Pembacaan AYUB 2 (hari ke 438)
Tafsiran
Dalam pandangan Iblis, kesalehan manusia bagaikan omong kosong. Bagi Iblis, manusia hanya taat kepada Allah karena ada pamrih, yaitu bila mendapatkan segala sesuatu yang dia inginkan. Bila tidak, tentu manusia tidak akan menyia-nyiakan waktunya bagi Allah. Pandangan tersebut kemudian diajukan Iblis kepada Allah sebagai gugatan untuk mencabut semua "fasilitas kelas satu" yang sudah dimiliki Ayub sebagai sebuah ujian bagi iman Ayub. Dan Allah setuju (6-12).
Dalam waktu yang hampir bersamaan, Ayub kehilangan seluruh miliknya. Ribuan hewan ternaknya dirampas (13-17). Seolah masih belum cukup, kesepuluh anaknya tewas secara mengenaskan dalam bencana saat mereka berpesta (18-19). Siapakah orang yang tak hancur hati mengalami situasi demikian? Katakanlah harta masih dapat dicari, tetapi anak-anak yang selama ini begitu dia kasihi? Maka tak heran bila Ayub mengoyak jubah dan mencukur kepala sebagai tanda duka citanya (20).
Mari kita kembali pada gugatan Iblis terhadap Ayub. Dalam masalah berat yang Ayub hadapi, adakah ia meninggalkan Allah? Ayat 22 jelas menyatakan bahwa "Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dan tidak menuduh Allah berbuat yang kurang patut."
Cara pandang manusia terhadap kepemilikan sangat berpengaruh terhadap respons ketika miliknya itu diambil. Tentu tak salah bila kehilangan harta benda bagai sebuah pukulan, atau kehilangan anggota keluarga bagai rusaknya tatanan hidup, dan kehilangan keduanya bagai langit runtuh. Ayub sendiri berduka dan ia jelas menyatakan perasaan dukanya. Namun imannya merespons secara mengagumkan. Ayub sadar bahwa semua yang ia miliki adalah pemberian Tuhan dan karena itu, ia patut menerima bila Tuhan ingin mengambil semua itu kembali (21).
Sampai sedemikian dalamkah pemahaman kita akan segala sesuatu yang kita miliki? Bila Tuhan mengambil semuanya sekaligus, bagaimana kira-kira respons Anda? Akankah Anda berkata, "Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan"?
Belajar Ayub 3
"Mengeluh, Bolehkah ?"
Mazmur 6:6 (TB) (6-7) Lesu aku karena mengeluh; setiap malam aku menggenangi tempat tidurku, dengan air mataku aku membanjiri ranjangku.
Pada pasal 3 ini, setelah setidaknya 7 hari bungkam berteman para sahabat, Ayub mulai membuka mulutnya dan menyatakan keluh kesahnya. Ia memang seorang teladan yang luar biasa, tetapi ia tetap orang biasa.
Mengeluh, meratap, dan menangis adalah respons wajar seorang yang sedang menderita. Bahkan bukankah Yesus sendiri pun sebenarnya juga sedang mengungkapkan keluh kesah-Nya pada Bapa pada malam sebelum ia disalib ? Yang perlu kita jaga adalah sikap benar saat mengungkapkan keluh kesah tersebut. Jangan sampai pada prosesnya, kita justru menyalahkan, kehilangan iman, dan bahkan menghujat Tuhan. Yesus memang saat itu memang mengungkapkan kegelisahan hati-Nya, tapi Ia tunduk total pada kehendak Bapa-Nya. Ia tidak mengatur Bapa-Nya dan apalagi mempertanyakan keputusan-Nya. Jadi, apakah orang Kristen boleh mengeluh? Alkitab tidak membenarkannya. Memang mungkin sulit untuk ditahan, tapi daripada mengeluh justru hanya akan menambah masalah, Ia meminta kita untuk tetap percaya bahwa Ia tidak pernah meninggalkan kita.
Jika harus mengeluh, pastikan tidak ada hujatan di dalam-Nya
Selamat menikmati libur akhir pekan. Tetaplah semangat dan jalani hidup kita hari ini dengan ucapan syukur. Tuhan Yesus Memberkati. Amin
Belajar Ayub 4"
"Mengapa Menderita?"
Dalam surat 1 Petrus 5:10 (TB) Dan Allah, sumber segala kasih karunia, yang telah memanggil kamu dalam Kristus kepada kemuliaan-Nya yang kekal, akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan kamu, sesudah kamu menderita seketika lamanya.
Betulkah penderitaan selalu akibat dosa ? Ya dan tidak. Ya, karena memang penderitaan bisa saja terjadi akibat dosa. Tapi juga tidak, karena penderitaan tidak selalu Ia izinkan terjadi hanya karena seseorang itu berdosa. Dalam kasus Ayub ini, misalnya, kita sama-sama tahu bahwa Allah membiarkannya menderita bukan karena ia berdosa, tapi lebih karena Ia ingin menguji imannya. Jika diibaratkan, Ayub teh celup. Tuhan ingin melihat apa yang ada di dalamnya dengan membiarkannya masuk dalam air panas.
Jadi mengapa penderitaan terjadi ? Setidaknya ada beberapa alasan.
▪︎Ke satu, untuk membawa kita menuju pada pertobatan (2 Kor. 7:9-10).
▪︎Ke dua, supaya kita benar-benar mengandalkan Tuhan ( 2 Kor. 1:9).
Selamat
▪︎Ke tiga, Ia ingin kita menjadi kesaksian yang hidup bagi orang lain (2 Kor. 1:3-4).
▪︎Ke empat, Ia ingin mendatangkan kebaikan dalam hidup kita (Rm 8:28).
▪︎Dan ke lima, agar kita dapat mengalami-Nya dan mengenali-Nya secara pribadi (Ay. 42:5). Mari peka dengan apa tujuan Allah membiarkan penderitaan itu terjadi dalam hidup kita.
Tetaplah semangat dan terus berkarya. Jadilah hamba-hamba yang kuat dan tangguh. Selamat hari Minggu, Selamat beribadah bersama keluarga. Tuhan Yesus Memberkati. Amin
Pembacaan AYUB 3 (hari ke 439)
Tafsiran
Berandai-andai adalah sesuatu yang sering dilakukan ketika orang mengalami masalah. "Seandainya saja kemarin saya tidak lupa menelpon tentu hal itu tidak akan terjadi." atau "Seandainya saja waktu itu saya mau mendengarkan nasihatnya, pasti masalahnya tidak akan separah ini." Ya, orang seakan berharap bisa memutar ulang waktu agar mereka bisa menghindarkan diri dari masalah yang saat itu membentur mereka.
Dibelit penderitaan yang sangat berat, Ayub jadi menyesali keberadaannya di dunia. Penderitaan berat yang tak tertanggungkan membuat Ayub berandai-andai tidak pernah dilahirkan, supaya ia tidak perlu menanggung himpitan rasa sakit yang begitu menekan (3-7). Bahkan Ayub berharap mati waktu ia masih bayi atau saat ia dilahirkan, supaya ia tidak merasakan sakit dan kepahitan yang tak tertahankan itu (11-19). Ia tidak tahu kenapa ia harus terus hidup bila menanggung derita yang sedemikian berat? Maka kematian jadi tampak berharga bagi dirinya yang terjerat derita (20-24). Dan penderitaan itu tak sebanding dengan kesukaan yang dia alami di masa silam.
Ayub, orang yang saleh itu, tidak mampu memahami situasi yang dia hadapi saat itu, ia tidak tahu penyebabnya dan ia juga tidak tahu jalan keluarnya. Namun Ayub yang merasakan kepahitan, tidak lepas kendali. Tersirat rasa marah kepada Tuhan, tetapi ia tidak mengutuki Tuhan. Ia putus asa, tetapi tidak melawan Tuhan. Ia merasakan pedih, tetapi tidak menuduh bahwa Tuhan tidak adil. Dalam rasa sakit dan kepahitan, Ayub tidak berbuat dosa.
Memahami penderitaan dan penyebabnya memang bukan perkara mudah. Kita pun mungkin sering mempertanyakan alasan terjadinya suatu peristiwa buruk yang menimpa kita, atau kita merasa bahwa tidak sepatutnya kita menerima masalah itu. Tentu Tuhan punya maksud tersendiri bagi kita, mungkin dengan tujuan untuk membentuk iman atau melatih kita untuk tergantung pada Dia. Maka apa pun gelombang hidup yang berusaha menggulung kita, jangan berbuat dosa dengan ucapan atau sikap negatif terhadap Allah.
Hari ke 440 pembacaan AYUB 4
Tafsiran
Suasana kitab Ayub berubah. Sampai menjelang akhir kitab ini, yang akan kita baca dan renungkan bukan lagi kisah hidup dan penderitaan Ayub tetapi percakapan antara teman-teman Ayub dan Ayub. Percakapan itu bersifat teguran, anjuran, bantahan, dan berbagai perenungan teologis tentang penderitaan dan realitas hidup. Umumnya, teman-teman Ayub menegaskan bahwa penderitaan adalah hukuman Allah atas dosa, karena itu Ayub harus bertobat. Ayub membantah hal itu sambil menunjuk kepada fakta kesalehannya.
Dari semua teguran para sahabat Ayub, teguran dari Elifas cenderung paling lembut. Elifas mengakui fakta dampak positif hidup Ayub pada banyak orang. Nasihat dan teladan hidup Ayub telah membangun kehidupan banyak orang, bahkan mereka yang sedang terpuruk sekali pun (ayat 3-4). Elifas juga mengakui fakta bahwa sebelum ini, kesalehan Ayub dan takutnya akan Allah adalah dasar Ayub memiliki kehidupan yang penuh pengharapan (ayat 6). Secara lembut Elifas menjadikan fakta-fakta tadi teguran agar Ayub berpegang teguh pada prinsip-prinsip hidup yang sudah menjadi sumber inspirasi bagi banyak orang itu dan bersabar dalam penderitaan yang sedang dialaminya.
Berdasarkan ilham adikodrati yang didapatkannya dalam perenungan (ayat 12-16), Elifas mengingatkan Ayub bahwa tidak ada makhluk ciptaan Allah yang dapat mengklaim dirinya benar di hadapan Allah (ayat 17). Argumen Elifas ini meloncat dari hal moral ke hal perbedaan sifat hakiki. Malaikat yang kudus saja pun tidak benar di hadapan Allah, apalagi manusia (argumen moral). Malaikat yang di surga bersama Allah saja pun tidak benar di hadapan Allah, apalagi makhluk fana seperti manusia yang di bumi ini (argumen perbedaan hakikat). Teguran, pandangan benar, peneguhan, hiburan, atau apakah yang diperlukan Ayub saat itu? Apakah pengetahuan kita akan kebenaran firman Tuhan akan dengan sendirinya membangun hidup orang lain? Apa yang membuat orang tertolong melalui kita?
Doa: Tuhan, buatku peka untuk membedakan sikap dan kebenaran apa yang orang lain butuhkan dariku.
Pembacaan AYUB 5 (hari ke 441)
Tafsiran
Tuhan seumpama bapak atau guru yang baik. Ia membimbing anak-anak-Nya ke sasaran-sasaran yang mulia melalui proses belajar yang panjang dan berat. Pelajaran yang ingin Ia tanamkan dalam kehidupan anak-anak-Nya ialah bahwa tidak ada sumber andal lain di luar Allah yang darinya orang boleh mendapatkan pertolongan (ayat 1). Ia menginginkan agar anak-anak-Nya berhikmat dan bukan bertindak bodoh (ayat 3). Ia ingin anak-anak-Nya belajar memilih Dia dan merangkul jalan serta kehendak-Nya menjadi harta berharga hidup mereka (ayat 8-16). Ajaran Tuhan itu sewaktu-waktu bisa berbentuk hajaran yang melukai dan berbagai kesukaran hidup lainnya. Namun, Ia baik adanya. Ia menghajar bukan untuk meremukkan tetapi untuk memulihkan dan menyempurnakan (ayat 18).
Kira-kira demikianlah wejangan Elifas untuk Ayub. Tentu saja semua wejangan itu benar dan bukan barang baru bagi Ayub. Lebih lagi, kebenaran isi wejangan itu pun bukan teori lagi bagi Ayub, sebab ia saat itu justru sedang mengalaminya. Tidak salah bahwa Elifas mengingatkan orang seperti Ayub, kebenaran dan prinsip-prinsip hidup yang sudah diketahuinya bahkan sedang dijalaninya. Juga tidak salah mengingatkan kembali kepada orang yang sedang menanggung penderitaan, janji-janji pemulihan dari Tuhan. Orang yang hampir sempurna seperti Ayub pun, memang tidak sempurna, masih perlu diingatkan, ditegur, diteguhkan.
Ironis bahwa Elifas kini seolah mengambil posisi Sang Guru sejati. Ia terlalu cepat ingin mengajar orang lain padahal diri sendiri belum tentu sepenuhnya sudah menerima ajaran itu dan memahami secara mendalam. Hanya orang yang sepenuhnya menyatu dengan kebenaran yang berhak mengajarkan kebenaran. Kesalahan kedua adalah memutarbalikkan yang umum dengan yang khusus. Prinsip umum harus juga memperhitungkan konteks dan kekecualian seperti yang firman sendiri ajarkan. Demikian pun pengalaman khusus tidak dapat begitu saja boleh diangkat menjadi prinsip umum.
Camkan: Dengar dan terimalah dulu hajaran Tuhan buat diri sendiri sebelum bicara mengajar orang lain!
Pembacaan AYUB 6 (hari ke 442)
Tafsiran
Menerima tuduhan semena-mena atau penilaian keliru tentu menimbulkan beban penderitaan Ayub semakin berat. Kini Ayub menuduh balik para sahabatnya sebagai tidak sungguh menyadari kedalaman derita Ayub (ayat 2). Juga, sikap dan komentar mereka memperlihatkan bahwa merekalah yang sebenarnya gentar menghadapi penderitaan (ayat 21). Jujur ia menggambarkan derita itu sebagai kesakitan ganda. Bukan saja karena ia harus menanggung kemalangan bertubi-tubi, tetapi juga karena kemalangan itu dalam tafsiran para sahabatnya sebagai tindakan Allah langsung melawan Ayub. Bila itu benar, Ayub melihatnya sebagai anak panah dan racun dari Allah menciptakan kedahsyatan dalam hidupnya (ayat 4).
Ucapan Ayub memohon kematian memang terasa biasa kita dengar dari orang-orang yang sedang menderita hebat. Namun, ada perbedaan antara permintaan untuk mati kebanyakan orang dari yang Ayub ucapkan ini. Bagi Ayub kematian bukanlah ungkapan keputusasaan tetapi ungkapan iman tentang kebahagiaan yang akan dimasukinya di balik kematian bersama Tuhan. Memang hal ini belum diungkapkan sampai pasal 19. Kematian adalah fakta kefanaan manusia (ayat 11-12). Tetapi lebih daripada itu, kematian merupakan kegirangan sebab ia tahu bahwa dirinya benar (ayat 10).
Kini Ayub sendiri mengulang komentar penutur kisah dan komentar Allah. Dalam kata-kata Ayub sendiri, ia tidak pernah meminta uang suap (menjauhi kejahatan -- 22), jujur (ayat 25), tidak berdusta atau curang (ayat 28, 30), saleh dalam hubungan sosialnya (ayat 23, 24). Ternyata ia low profile, penilaian penutur dan Allah jauh melampaui penilaiannya sendiri tentang dirinya. Integritas moral dan spiritualnya membuat ia menatap kematiannya dengan keberanian bahkan kegirangan. Sekali lagi bukan sebagai pelarian dari dunia yang jahat dan penuh derita ini, tetapi sebagai saat kegembiraan terjadi. Perasaan itu tidak mungkin dimiliki oleh orang yang berdosa sebab kematian pasti menimbulkan kengerian.
Ingat: Orang yang hidupnya berintegritas tidak takut apa pun dan siapa pun. Karena hanya Allah saja yang ia takuti, kematian sekali pun tidak membuatnya gentar.
Hari ke 443 pembacaan AYUB 7
tafsiran
Tuhan menciptakan manusia sebagai makhluk paradoksal. Sejak dalam kisah penciptaan sifat paradoks itu sudah terlihat. Di satu sisi manusia dibuat dari unsur debu tanah, menekankan kefanaan dan kehinaan manusia. Di sisi lain manusia dihidupkan oleh hembusan nafas Allah sendiri. Ini menegaskan keistimewaan manusia sampai-sampai Allah menyebut manusia gambar dan rupa-Nya sendiri; satu-satunya ciptaan Allah yang memiliki hakikat dan kedudukan sangat mulia. Paradoks itu menjadi masalah berat bagi hidup manusia terutama karena dosa merusakkan keserasian manusia.
Menurut Ayub penderitaannya kini terkait dengan fakta paradoks tersebut. Di satu pihak ia menyadari dirinya adalah makhluk yang terbelenggu oleh waktu (ayat 2, 3), tidak bersifat abadi, hidup dalam realitas yang keras (ayat 4-6). Jiwa dan raganya mengalami keresahan dan kesakitan. Untuknya manusia seperti hembusan nafas yang singkat saja (ayat 7-10, bandingkan dengan ucapan pemazmur (Mzm. 90:5-6). Sesudah mati, ia pun dilupakan. Namun, di pihak lain ia menyadari bahwa sebenarnya manusia agung di mata Tuhan (ayat 17). Cinta kasih dan kesetiaan Tuhan seolah tercurah penuh kepada makhluk yang satu ini. Cita-cita Allah menjadikan manusia menjadi agung serasi dengan kemuliaan-Nya, menjadi motivasi mengapa Allah menjaga (ayat 12), mendatangi sampai manusia terkejut (ayat 13), memperhatikan (ayat 17), menyertai (ayat 18), dan menyoroti sepak terjangnya (ayat 19). Perhatian Allah sebesar itu bagi manusia menjadi beban tak tertanggungkan. Kemuliaan itu terlalu berat bagi makhluk fana ini. Cita-cita ilahi itu terlalu tinggi, sedangkan kebebasan yang manusia dapat tanggung terlalu rendah dibanding kebebasan yang Tuhan inginkan.
Wawasan Ayub ini dalam, perlu kita tangkap dan tanggapi dengan benar. Semua kita terbatas, ada kekurangan, dan memiliki banyak simpul-simpul rapuh. Akan tetapi, Allah memiliki rencana agung untuk setiap kita.
Renungkan: Ingin hidup di tingkat biasa-biasa saja mudah tak perlu menderita. Ingin menjadi seperti bintang cemerlang perlu keberanian untuk dirubah Tuhan melalui proses yang berat.
Pembacaan Ayub 8 (hari ke 444)
Terlalu luas untuk dipahami.
Ketika Tuhan menciptakan manusia, Tuhan meminta agar manusia mematuhi-Nya, dan bahkan Ia menjanjikan berkat bagi kita yang menaati-Nya. Sebaliknya, hukuman akan diberikan bagi kita yang tidak menaati kehendak-Nya (Mzm. 1). Inilah pemahaman Bildad dan kebanyakan kita, tentang Tuhan - sebuah pemahaman yang benar, namun tidak menyeluruh. Itu sebabnya Bildad terus mendesak Ayub untuk mengakui dosanya. Alasan Bildad sederhana saja, yaitu bahwa Tuhan memberkati orang yang benar dan menghukum orang yang fasik. Tuhan tidak mungkin keliru menjatuhkan vonis-Nya dan Ayub memang layak menerima hukuman ini. Ini adalah sebuah hukum sebab-akibat yang universal dan mudah dicerna.
Namun, ada segi-segi lain dalam hukum ini yang perlu kita pertimbangkan. Kemakmuran bukan pertanda bahwa Tuhan memberkati kita dan kesusahan bukan pertanda bahwa Tuhan menghukum kita. Rencana dan karya-Nya terlalu luas untuk dikotakkan dalam hukum ini. Sebagai Allah, Ia memiliki kebebasan untuk berbuat sekehendak hati-Nya dan kadang tindakan-Nya melenceng dari pemahaman kita tentang Allah yang terlalu sederhana ini. Tetapi, jangan mengira bahwa kebebasan Allah identik dengan kejahatan. Kebebasan Allah tidak sama dengan kesewenang-wenangan. Ia adalah Allah yang kudus. Jadi, segala tindakan-Nya tidak akan tercemari oleh dosa dan tidak akan termuati oleh maksud jahat.
Sewaktu kesusahan menimpa kita, janganlah kita tergesa-gesa memvonis bahwa Tuhan sedang menghukum kita. Periksalah diri kita, apakah ada dosa tersembunyi yang perlu kita bereskan dengan Tuhan. Jika tidak ada, terimalah kesusahan itu sebagai kehendak Tuhan yang tidak kita pahami. Tuhan tidak berjanji bahwa kita akan senantiasa mengerti tujuan akhir dari tindakan-Nya karena Ia terlalu luas untuk dicerna oleh otak kita yang terlalu kecil ini.
Renungkan: Charles Haddon Spurgeon, pengkhotbah terkenal, berkata,"Kemurahan Tuhan kerap kali datang ke pintu hati kita mengendarai seekor kuda hitam yang bernama Penderitaan." Kesusahan tidak senantiasa berarti kemarahan Tuhan; ada kalanya kesusahan adalah baju kemurahan Tuhan.
Belajar Ayub 5
"Lebih Baik Diam"
Ayub 5:17 (TB) Sesungguhnya, berbahagialah manusia yang ditegur Allah; sebab itu janganlah engkau menolak didikan Yang Mahakuasa.
Membayangkan berada di posisi Ayub yang sedang duduk di tengah abu karena penyakit dan kesedihan yang dideritanya, reaksi Elifas sebenarnya keliru. Ayub butuh penghiburan, bukan penghakiman. Pengalaman Ayub memang bisa membuat dia bertumbuh dalam pemahamannya akan Allah, tetapi bukan itu tujuan utama Allah membiarkan Iblis mengganggu dia (Ayub.1:6-2:10). Maka nasihat Elifas menjadi tidak efektif. Perkataan yang mungkin ia anggap baik, maka sesungguhnya malah menyakiti hati Ayub. Dari Elifas, kita harus belajar untuk tidak menghakimi orang lain dalam hubungan dengan Tuhan, terutama dalam masalah yang sedang dihadapi. Kita juga perlu berhati-hati dalam menasehati dan menghibur orang yang sedang bermasalah atau berduka, jangan sampai kata-kata kita malah menjadi bumerang bagi hubungan kita dengan orang tersebut. Alih-alih memberi komentar, mungkin lebih baik diam saat menemaninya.
Selamat menjalankan aktifitas kita hari ini, tetaplah semangat dan terus andalkan Tuhan. Tuhan Yesus Memberkati. Amin 🙏🏻
Belajar Ayub 6
"Tetap Hidup Benar"
Ayub 6:10 (TB) Itulah yang masih merupakan hiburan bagiku, bahkan aku akan melompat-lompat kegirangan di waktu kepedihan yang tak kenal belas kasihan, sebab aku tidak pernah menyangkal firman Yang Mahakudus.
Ayub kecewa terhadap sahabatnya yang hanya bisa menghakimi dan menuduhnya berbuat salah atas masalah yang ia derita. Padahal, sebagai sahabat seharusnya mereka tahu bahwa selama hidupnya, Ayub tidak pernah menyangkal firman Tuhan dan selalu hidup benar.
Dalam Firman Tuhan yang kita baca hari ini ada satu kalimat Ayub yang menggambarkan bahwa sekalipun ia menderita, Ayub tidak pernah menyangkal firman Yang Maha Kudus (ay. 10).
Ya, ketika kita harus menghadapi banyak masalah dan yakin kita tidak pernah sekalipun menyangkal kebenaran firman Tuhan, maka tidak ada alasan untuk kita takut Allah meninggalkan kita.
Mengapa orang benar menderita ? Mengapa orang baik harus mengalami hal-hal buruk ? Mungkin kita tidak mengetahui alasan Allah membiarkan masalah demi masalah terjadi dalam hidup kita. Bahkan kita tidak punya hak untuk membela diri. Namun belajar dari kisah Ayub; ketika ia tetap berpegang pada Firman Allah, maka Allah sendirilah yang pada akhirnya memberi kekuatan, ketabahan, dan keteguhan, serta menuntunnya hingga mencapai kemenangan. Bagian kita hanyalah tetap percaya dan tetap berbuat benar, seberat apapun pergumulan yang kita hadapi, jangan pernah mencoba berpaling atau bahkan meninggalkan Tuhan. Jangan pernah menyangkal Firman Tuhan, sebab itulah kunci kemenangan kita menghadapi masa-masa sulit dalam hidup kita.
Selamat berjuang dan berkarya dalam pergumulan hidup, dan terus percaya bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu yang kita hadapi. Tetaplah semangat saudara-saudaraku, Tuhan Yesus Memberkati. Amin
Pembacaan AYUB 9 (hari ke 445)
Tafsiran
Agak sulit untuk kita menentukan apakah ucapan-ucapan Ayub dalam pasal ini tentang Allah bernada positif atau negatif. Itu terkait dengan pertanyaan apakah ucapan-ucapan itu ditujukannya untuk dilihat dari sudut pendengarnya (para sahabatnya), atau dari sudut dirinya sendiri, atau dari sudut Allah. Mungkin yang paling baik adalah menempatkan perikop ini dalam kaitan dengan ucapan Bildad yang mendakwa Ayub
Pertanyaan Ayub bukan, "bagaimana orang berdosa dapat dibenarkan di hadapan Allah," atau "bagaimana orang yang serba terbatas dapat benar di hadapan Allah." Pertanyaan Ayub yang yakin bahwa dirinya tidak bersalah: "Bagaimana orang yang tidak bersalah, dapat dinyatakan demikian oleh Allah?" Menurutnya, tidak mungkin. Mengapa? Pertama, karena alasan keberadaan. Realitas Allah melampaui realitas manusia. Ia tidak terbatas dalam kebijakan, kekuatan, kemampuan, sebab Ia Pencipta segala sesuatu (ayat 4-10). Kedua, karena alasan posisi Allah sebagai Allah dan manusia sebagai manusia. Allah tidak di posisi harus mempertanggungjawabkan tindakan-tindakan-Nya kepada manusia. Manusialah yang wajib bertanggungjawab kepada Allah (ayat 3, 11-18). Jika Ia menjelaskan sesuatu pun, belum tentu manusia menyadari atau memahami suara Allah. Oleh karena kebebasan Allah itu, maka di dalam keterbatasannya manusia mustahil dapat memahami Dia secara tepat dan benar. Nah, sampai di sini ucapan Ayub ini jelas mengritik Bildad dan masih menjunjung Allah.
Namun, mulai ayat 29 seolah muncul keraguan Ayub terhadap Allah. Jika Allah mutlak dan bebas di luar pemahaman manusia dan tidak harus menjawab manusia dan tidak mungkin dipahami manusia, bukankah kesimpulannya sangat negatif? Apa gunanya kudus, apa gunanya lagi berusaha mempertahankan hidup benar? Bagaimana mungkin mendapatkan wasit yang adil antara manusia dan Allah? Ini memang pergumulan serius sekali.
Renungkan: Siapakah dapat menjadi pengantara yang mendamaikan manusia dengan Allah dan membuat kehendak Allah terselami, terpahami, terjalani oleh manusia? Yesuslah jawabannya.
Belajar Ayub 7
"Serahkan Kepada Allah"
Ayub 7:20 (TB) Kalau aku berbuat dosa, apakah yang telah kulakukan terhadap Engkau, ya Penjaga manusia? Mengapa Engkau menjadikan aku sasaran-Mu, sehingga aku menjadi beban bagi diriku ?
Di pasal tujuh ini Ayub memilih meninggalkan dan berpaling dari teman-temannya, yang tidak mengerti keadaannya. Ayub lebih memilih untuk berdoa kepada Tuhan. Dengan jujur ia berbicara kepada Allah tentang ketidakadilan, penolakan, penderitaan, dan beratnya hidup yang harus ditanggungnya.
Mungkin Ayub sudah terlalu letih dengan semua yang terjadi, sampai-sampai dia berkata kepada Tuhan, "Biarkanlah aku ..." Kalimat ini menunjukkan keberadaan Ayub pada titik terendah dalam imannya. Seakan-akan Ayub sudah letih untuk berharap dan minta pertolongan kepada Tuhan. Bukankah kita sering demikian? Dalam keadaan tidak berdaya, pada saat berada di titik terendah dalam kehidupan kita, maka yang kita adalah bertemu dengan Allah, mencurahkan segala isi hati kita, lalu meminta Allah membiarkan diri kita. Lalu ketika kita meminta Allah membiarkan kita, apakah Ia benar-benar membiarkan kita? Tidak ! Sekalipun Ayub meminta Allah membiarkannya, Allah tetap ada bersama-sama dengannya. Demikian juga halnya dengan kita.
Rahasia Allah terlalu ajaib bagi kita. Termasuk ketika Dia mengizinkan penderitaan terjadi dalam hidup kita. Terkadang kita tidak mengerti, mengapa semua ini terjadi. Belajarlah untuk percaya kepada-Nya. Ya, mungkin hari ini kita belum memahami jalan Tuhan, namun tetaplah percaya bahwa jalan terjal yang kita lalui saat ini akan menghantarkan kepada rencana Allah yang sempurna.
Terima kasih ya Tuhan atas kebaikan-Mu untuk awal pagi sehingga kita diberikan kesehatan, semangat dan untuk terus bersyukur atas apa yang akan Engkau anugerahkan pada hari ini.
Terus berkarya dan berjuang. Tuhan Yesus Memberkati. Amin
Belajar Ayub 8
"Membatasi Allah"
Dalam Amsal 3:5 (TB) Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri.
Bildad berpendapat bahwa penderitaan Ayub pastilah karena kesalahan yang telah dilakukan Ayub sebab tidak mungkin orang benar menderita seperti dia. Di mata Bildad orang benar pasti berjaya, sedangkan penderitaan adalah jatah orang berdosa. Bildad juga mendasari cara pandangnya itu dengan berkaca dari pengalaman orang-orang di masa lalu. Dari situlah, ia lalu punya kesimpulan bahwa Ayub pasti melakukan dosa, bahwa anak-anak Ayub pasti mati karena mereka sudah berdosa pada Tuhan.
Pandangan seperti Bildad ini nyatanya dimiliki sebagian orang Kristiani. Apakah itu salah? Tidakkah Tuhan memang akan menghukum orang berdosa ? Bukankah Ia adil ? Apakah salah jika kita berkaca pada pengalaman orang lain di masa lalu dalam menilai sesuatu ? Tentu boleh saja. Namun, jika kita menjadikan semua sebagai patokan sehingga kita tanpa sadar memakai pemahaman kita untuk membatasi Allah, itu yang kurang tepat. Apakah pengalaman manusia atau pemikiran kita bisa membatasi Tuhan ? Tidak ! Apalagi jika kita memakai pembatasan-pembatasan yang kita buat sendiri itu untuk menghakimi orang lain. Ini adalah satu pelajaran penting bagi kita semua. Sebagai mahkluk ciptaan-Nya, kita harus sadar siapa diri kita dan siapa Dia.
Selamat melakukan aktivitas kita hari ini. Terus semangat dan bersandar kepada Tuhan. Tuhan Yesus Memberkati. Amin
Pembacaan AYUB 10 (hari ke 446)
Tafsiran
Apa reaksi kita saat menderita? Banyak orang bereaksi dengan mempersalahkan lingkungan, keadaan, ataupun sesama manusia.
Tidak demikian dengan Ayub. Ia menyadari bahwa segala sesuatu, termasuk penderitaan, terjadi dalam garis kedaulatan dan rencana Allah. Ayub mengetahui bahwa inti kehidupan adalah hubungan setiap pribadi dengan Allah. Namun, reaksi Ayub memahami penderitaan ini bukannya tanpa kesulitan dan pergumulan
Di satu sisi Ayub tahu bahwa Allah adalah Allah yang berdaulat, Ia memberi, Ia pula yang mengambil. Namun, di sisi lain Ayub juga bergumul, mengapa ia mengalami penderitaan. Pasal ini dapat disebutkan sebagai catatan seorang percaya yang mencurahkan keluhan, mencurahkan isi hatinya di hadapan-Nya. Pada ayat 7, kesulitan Ayub untuk memahami mengapa ia menderita adalah karena ia hidup benar, dan tidak bersalah. Ini adalah masalah klasik: hidup benar tidak berarti luput dari penderitaan. Ayub keliru jika berpikir orang benar tidak mungkin menderita. Konsep ini akhirnya semakin membawanya memiliki gambaran yang buruk tentang Allah (ayat 13-14). Inilah ujian yang sesungguhnya: Apakah dalam pencobaan kita tetap memiliki gambaran Allah yang adil dan tetap baik?
Ayub tidak menutupi kesulitan pergumulan imannya di hadapan Allah. Sebaliknya, dia menyatakan isi hatinya apa adanya.
Renungkan: Siapa berani membongkar dirinya di hadapan Allah, berpeluang mengalami perubahan perspektif iman dalam memandang penderitaan.
Pembacaan AYUB 11 (hari ke 447)
Tafsiran
Bagaimanakah kita bersikap terhadap orang yang sedang marah kepada Tuhan? Apakah seperti Zofar yang meminta Ayub untuk langsung mengakui dosanya dan tidak lagi mengumbar gugatan kepada Tuhan?
Sebetulnya di balik kemarahan Ayub tersembunyi kesedihan yang dalam. Ayub sudah berjalan begitu akrabnya dengan Tuhan, namun Tuhan "tega" menimpakan musibah ini kepadanya, seakan-akan sahabat baiknya itu telah berbalik dan mengkhianatinya. Itu sebabnya Ayub meradang kesakitan. Malangnya, hal inilah yang luput dilihat oleh Zofar - dan mungkin oleh kita semua - karena terlalu sibuk "membela" Tuhan. Dapat kita bayangkan perasaan Ayub mendengarkan tuduhan teman-temannya; ibaratnya sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Bukannya pembelaan dan pengertian yang didapatnya, melainkan tudingan dan penghakiman!
Secara teologis ucapan-ucapan Zofar memaparkan hal-hal yang tepat yang harus dilakukan oleh Ayub. Namun, ucapan-ucapannya tersebut tidak disertai dengan hal-hal yang aplikatif yang sesuai dengan tanda-tanda kehidupan. Penderitaan yang dialami seseorang tidak dapat hanya disentuh oleh penjelasan-penjelasan teologis. Penjelasan teologis harus disertai bahkan sarat dengan nilai-nilai kehidupan yang menyentuh dan dalam. Orang yang menderita tidak membutuhkan konsep-konsep teologis yang muluk. Yang mereka butuhkan adalah tindakan nyata dari konsep tersebut.
Dari bacaan ini dapat disimpulkan bahwa kita tidak akan dapat memahami berapa beratnya keberdosaan kita, sampai kita berusaha hidup kudus. Dengan kata lain, kita baru dapat menyadari betapa berdosanya kita, setelah kita mencoba untuk hidup benar. Kesadaran inilah yang seharusnya membuat kita berhati-hati menilai orang dan tidak sembarangan menuding orang. Pada faktanya, kebanyakan kita menyadari kesalahan yang kita perbuat; masalahnya adalah, kita sulit melawan hasrat untuk berdosa itu.
Renungkan: Tuhan membenci dosa, tetapi Ia mengasihi orang yang berdosa. Sebaliknya dengan kita: mengasihi dosa tetapi membenci orang yang berdosa.
Belajar Ayub 9
"Kebingungan Ayub"
Ayub 9:29 (TB) Aku dinyatakan bersalah, apa gunanya aku menyusahkan diri dengan sia-sia?
Ayub berkata jika Allah itu jauh lebih besar dari apapun dan Ia bisa melakukan apapun, termasuk hal-hal yang di luar pemahaman Bildad. Namun, mulai ayat 29, kita melihat kebingungan Ayub. Jika semua Allah yang menentukan dan lebih berkuasa, manusia bisa apa ? Apa gunanya kita berusaha buat ini dan itu ? Apa gunanya berusaha mengenal Allah ?
Pernahkah pertanyaan serupa muncul di benak kita ? Bersyukurlah kita hidup di masa Tuhan telah memberikan panduan yang lengkap melalui firman Tuhan. Melalui pembacaan firman Tuhan, doa, dan hati yang tulus rindu untuk mencari dan merasakan pengalaman bersama Dia, itulah cara yang kita untuk memahami Tuhan. Namun, ini bukan supaya kita ahli memahami Tuhan, tiap agar kita bisa mengikuti Tuhan. Ini soal relasi dan kasih, bukan pengetahuan. Jika kita menyadari bahwa hubungan dengan Allah adalah suatu relasi pribadi, hari demi hari kita akan dengan rindu dan terbuka untuk lebih mengenal Dia sehingga kita pun bisa hidup seturut jalan-Nya.
Selamat berjuang dalam proses pembentukan karakter menjadi pribadi yang taat dan setia. Tetaplah semangat. Tuhan Yesus Memberkati. Amin
Belajar Ayub 10
"Ketataan Ayub"
Ayub 10:2 (TB) Aku akan berkata kepada Allah: Jangan mempersalahkan aku; beritahukanlah aku, mengapa Engkau beperkara dengan aku.
Jika kita perhatikan yang menarik dari kisah Ayub ini. Kita tahu di hampir seluruh bagian kitab Ayub ini, kondisi kesehatan Ayub sangatlah memprihatinkan. Namun, Ayub nyatanya tidak pernah meminta kesembuhan ! Alih-alih meminta kesembuhan, yang Ayub lakukan adalah bertanya kepada Allah, apa salahnya sehingga ia mengalami penderitaan ? Jika karena dosa, dosa apakah itu? Bisa kita lihat di sini bahwa bagi Ayub, hubungan dengan Tuhan lebih utama dari kondisi dirinya.
Bagaimana dengan kita ? Sejujurnya, kebanyakan dari kita berkutat pada hal-hal jasmani belaka saat berdoa. Kita berdoa untuk keberhasilan dalam pekerjaan, untuk kekayaan, untuk kesembuhan fisik, untuk perlindungan fisik, dsb. Tentu itu boleh dilakukan. Namun, ironisnya kita jarang atau bahkan tak pernah berdoa untuk kerohanian kita atau relasi kita dengan Tuhan. Hari ini kita belajar satu hal yang penting dari Ayub, orang benar itu. Ayub disebut benar dan dibanggakan Tuhan bukan karena kesuksesan dan kekayaan, tapi karena kesalehannya (Ay. 2:3). Kekayaan adalah bonus, bahkan itu bukan hal yang utama lagi, jika kita memang punya cara pandang yang benar. Bukan karena kita tidak butuh hal-hal jasmani, karena kita tahu mana yang lebih penting. Saat kita punya cara pandang seperti itu, maka saat penderitaan terjadi, kita tidak buru-buru menyali Tuhan, tapi mencari kehendak Allah seperti Ayub.
Selamat terus menikmati relasi dengan Allah. Tuhan Yesus Memberkati. Amin
Pembacaan AYUB 12 (hari ke 448)
Tafsiran
Ketika kita menderita salah satu godaan terbesar pada saat itu ialah membandingkan penderitaan yang diri kita alami dengan kebahagiaan orang lain. Ini adalah respons manusiawi; kita cenderung mengukur keadilan dari sudut, apakah orang lain menerima yang sama seperti yang kita terima atau tidak. Tetapi, dampak dari sikap ini adalah kekecewaan yang dalam terhadap Tuhan. Kita mulai mengklaim bahwa Tuhan tidak adil dan tidak mengasihi kita. Tampaknya Ayub terperangkap di dalam jebakan yang serupa.
Pada ayat 6, Ayub mengeluh dengan sinis. Ayat ini merupakan pengkontrasan dengan ayat 4, ketika Ayub berseru dan seakan menyesali kondisinya, "Aku menjadi tertawaan sesamaku … orang yang benar dan saleh menjadi tertawaan." Ayub menganggap bahwa ia telah diperlakukan tidak adil oleh Tuhan. Bagaimana mungkin Tuhan mengizinkan hal ini terjadi pada dirinya, sedangkan ia telah hidup saleh? Tuhan tidak adil karena telah menghadiahinya penderitaan. Sebaliknya, orang yang hidup dalam dosa, menurut Ayub, justru menikmati ketenteraman. Dalam penderitaan, Ayub membandingkan diri dengan orang lain. Ini sangat berbahaya karena ia menuntut keadilan Tuhan.
Melalui perikop ini, kita belajar bahwa beberapa hal yang penting dan perlu untuk kita pelajari dan pahami dalam perjalanan iman kita adalah pertama, bahwa apa yang menjadi bagian kita adalah wujud dari keadilan dan kasih Allah. Kedua, menerima bagian kita apa adanya tanpa harus membandingkannya dengan bagian orang lain. Tuhan tidak mengharapkan agar kita dapat memahami seutuhnya setiap tindakan-Nya, namun Ia mengharapkan supaya kita mempercayai-Nya, bahwa Ia adalah Allah yang baik, kudus, dan adil.
Renungkan: Ketika kita berusaha mengatasi kesulitan-kesulitan hidup, tidak jarang kita menemukan kegagalan, kegagalan yang sering kali juga diciptakan oleh konsep rohani yang sempit dan dangkal. Akibatnya, kita mulai berpikir bahwa tidak mudah memahami kesulitan hidup. Hal ini memberikan pelajaran kepada kita bahwa hanya dalam Kristus sajalah kebenaran itu mewujud.
Pembacaan AYUB 13 (hari ke 449)
Tafsiran
Pernahkah Anda merasa sendirian menghadapi masalah? Teman dan kerabat tidak bersimpati karena mereka menganggap Anda sendiri penyebab masalah itu. Bahkan Anda merasa Tuhan pun sepertinya tidak peduli.
Kekecewaan dan kemarahan terasa oleh kita dalam ucapan Ayub terhadap para sahabatnya. Ayub menuduh mereka sebagai tabib-tabib palsu yang tidak menolong kesakitan Ayub, sebab tuduhan-tuduhan mereka adalah dusta (ayat 4). Sebaiknya mereka tutup mulut saja (ayat 5). Ayub merasa bahwa teman-temannya telah mencatut nama Allah untuk meneguhkan pandangan mereka akan keberdosaan dirinya (ayat 7-8). Oleh sebab itu, ia balik mengingatkan para temannya itu bahwa Allah tidak bisa ditipu. Mereka sendiri akan diminta pertanggungjawaban oleh Tuhan atas tuduhan yang tak mendasar itu (ayat 9-11). Sesudah menegur keras sahabat-sahabatnya, Ayub menantang mereka untuk berhenti berbicara, lalu mendengarkan pembelaan yang akan Ayub buat sendiri di hadapan Allah (ayat 12-18).
Nada bicara Ayub terhadap Allah bercampur antara marah, pengakuan iman, permohonan, kepahitan. Di satu pihak Ayub yakin bahwa dirinya benar (ayat 22-23). Di lain pihak Ayub menganggap Allah telah memperlakukannya secara tidak adil (ayat 24,26), terlalu keras (ayat 25), tidak sesuai dengan daya tahan manusia yang sangat terbatas (ayat 27). Tidak ada hal lain yang diharapkannya selain keadilan Allah. Allah yang melihat kehidupan Ayub yang tidak bersalah pastilah akan menyelamatkannya. Itulah iman dan keterbukaan Ayub di hadapan-Nya. Ia meminta Allah menyatakan kesalahannya dan tidak hanya berdiam diri (ayat 24-25).
Mari kita belajar dari Ayub. Ketika teman tidak peduli bahkan menyerang kita, bahkan Allah pun sepertinya bungkam, kita harus terus mencari wajah-Nya. Meski ada pertanyaan pelik dan kebingungan, Ayub tidak menjauhi Allah. Ia menujukan pertanyaan dan permohonannya kepada Sang Pembela sejati.
Renungkan: Manusia bisa salah mengerti kita. Allah sempurna mengenal kita. Dialah pembela sejati kita.
Belajar Ayub 11
"Empati"
Ayub 11:6 (TB) dan memberitakan kepadamu rahasia hikmat, karena itu ajaib bagi pengertian. Maka engkau akan mengetahui, bahwa Allah tidak memperhitungkan bagimu sebagian dari pada kesalahanmu.
Menanggapi "protes" Ayub pada Tuhan, Zofar tampaknya tidak terima dengan ucapan sahabatnya itu. Masih dengan pandangan sama dengan rekannya yang lain bahwa Ayub pasti sudah berbuat dosa, Zofar berkata jika hukuman Tuhan atas Ayub itu masih jauh lebih ringan dari hukuman yang seharusnya Ayub terima (ay. 6). Bayangkan bagaimana perasaan Ayub mendengar ucapan Zofar itu ? Alih-alih membuat Ayub terhibur, hal itu justru makin menghancurkan perasaannya.
Semangat Zofar baik, ia mau menegaskan bahwa Ayub harus tunduk pada ketentuan Tuhan. Namun caranya buruk dan bukan kasih seorang sahabat. Ini perlu jadi pelajaran bagi kita. Menghadapi orang yang sedang menderita, empati adalah hal yang lebih ia perlukan daripada berbagai khotbah atau kalimat-kalimat "seharusnya kamu begini atau begitu", "apa kubilang", dsb. Maka dari itu, Paulus pun pernah menegaskan, kasih adalah yang paling utama, bahkan lebih dari iman dan pengharapan (1 Kor. 13:13) apalagi dibandingkan segala pengetahuan kita yang tak sempurna ini (1 Kor. 13:8-9). Miliki kasih dalam melakukan segala sesuatu. Kebersamaan harus dilakukan dengan kasih.
Selamat bekerja & berkarya, tetaplah semangat. Tuhan Yesus Memberkati. Amin
Belajar Ayub 12
"Membandingkan"
Ayub 12:6 (TB) Tetapi amanlah kemah para perusak, dan tenteramlah mereka yang membangkitkan murka Allah, mereka yang hendak membawa Allah dalam tangannya.
Ayub menunjukkan bahwa meski ia juga punya hikmat untuk mengerti kekuasaan Tuhan, ia tidak bersikap seolah ia yang paling tahu tentang Tuhan apalagi membatasi -Nya dengan pikiran-pikiran sendiri. Sikap seperti itulah yang dilakukan sahabat-sahabat Ayub sebagaimana sudah kita lihat di pasal-pasal sebelumnya. Tapi, Ayub juga kemudian jatuh ke dalam sikap sinis ketika di ayat 6 berkata bahwa para perusak hidup aman dan orang yang membangkitkan murka Allah justru tentram.
Sejujurnya, berapa banyak kita yang kadang yang memiliki dua sikap ini ? Ketika kita dalam kondisi baik dan melihat orang lain tiba-tiba mengalami kemalangan demi kemalangan, ada kalanya reaksi spontan kita tanpa sadar adalah merasa sombong, merasa lebih suci atau lebih diberkati, dan akhirnya jatuh ke dalam sikap merendahkan, menuduh, hingga menghakimi. Sebaliknya, ketika kita yang mengalami penderitaan, maka kita jatuh dalam sikap sinis yang menganggap diri kita yang paling menderita, bahwa kita adalah korban ketidakadilan karena orang yang sering melakukan dosa justru hidupnya (tampak) lebih baik dari kita. Keduanya berpangkal dari satu hal : sikap yang suka membanding-bandingkan. Yang jadi masalah adalah cara pandang manusia sangatlah terbatas. Maka, ketika kita manusia membandingkan dirinya dengan yang lain, itu pun juga akan menghasilkan kesimpulan yang terbatas dan sangat bisa keliru. Alih-alih membandingkan, bertanyalah pada Allah apa kehendak dan rencana -Nya sehingga kita bisa memiliki pengertian yang benar dalam menjalani setiap fase hidup kita
Cara pandang kita terbatas, jika kita selalu membanding-bandingkan, kita bisa jatuh dalam kesimpulan yang salah.
Selamat menjalani kehidupan kita hari ini. Tetaplah semangat dan terus berharap kepada Tuhan. Tuhan Yesus Memberkati. Amin
Belajar Ayub 13
"Pemahaman yang Bertumbuh"
Ayub 13:23 (TB) Berapa besar kesalahan dan dosaku? Beritahukanlah kepadaku pelanggaran dan dosaku itu.
Pemahaman Ayub tampak sudah lebih bertumbuh. Ayub tahu bahwa pikiran dan keberadaan Allah tidak sesederhana itu. Ayub tak lagi mengukur sesuatu, termasuk keberadaan dirinya, hanya dari hal jasmani saja. Pertanyaan Ayub di ayat 23, "Berapa besar kesalahan dan dosaku ?" bukan kesombongan, tapi menunjukkan bahwa Ayub berani diuji dan diperbaiki . Meski Ayub tidak merasa sudah melakukan kesalahan, ia tahu bahwa Allah pasti lebih tahu tentang dirinya, bahkan lebih dari Ayub sendiri. Ia pun berpaling dan bertanya kepada Allah, bukan mengandalkan pengertiannya saja. Hal seperti ini seharusnya juga kita miliki. Kita mungkin sudah sangat lama menjadi orang Kristiani dan belajar Alkitab, tapi kiranya kita tetap selalu haus untuk dibentuk dan didik oleh Allah.
Selamat menjalankan tugas tanggung jawab kita. Tetaplah semangat dalam menghadapi setiap tantangan dan pergumulan hidup kita. Tuhan Yesus Memberkati. Amin
Belajar Ayub 14
"Rapuh"
Ayub 14:15 (TB) maka Engkau akan memanggil, dan aku pun akan menyahut; Engkau akan rindu kepada buatan tangan-Mu.
Sebagai orang percaya, setelah jasmani kita mati, tidak serta merta kita lalu musnah begitu saja. Tapi, kita justru akan mengalami hidup kekal dalam roh. Inilah sesungguhnya yang membedakan manusia dengan makhluk lain. Dan sebagai orang percaya, kita juga punya sesuatu yang membedakan dengan orang dunia, yaitu bahwa kita punya jaminan keselamatan dalam kekekalan tersebut. Manusia adalah makhluk yang memang rapuh. Semestinya hal ini membuat kita lebih berhati-hati dalam menjalani hidup dan jangan pernah sombong. Tapi, kita juga punya harapan, yaitu bahwa sekalipun kita rapuh, kita punya pengharapan pada Allah. Sumber kekuatan, yang berkuasa atas kita baik selama hidup atau sesudah mati
Meski kita makhluk yang sangat rapuh, kita bisa berharap pada Allah yang kuat
Selamat menjalankan tugas dan tanggung jawab kita hari ini. Tetaplah semangat dan terus berharap kepada Allah kita yang kuat. Tuhan Yesus Memberkati. Amin
Belajar Ayub 15
"Yang Penting Anugerah-Nya"
Dalam injil Lukas 12:24 (TB) Perhatikanlah burung-burung gagak yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mempunyai gudang atau lumbung, namun demikian diberi makan oleh Allah. Betapa jauhnya kamu melebihi burung-burung itu!
Apa yang Elifas pahami sekilas memang kelihatan adil. Yang jahat, menuai kejahatan; yang baik menuai kebaikan. Fair!! Dalam keyakinan iman kita, hal seperti itu dikenal sebagai hukum tabur tuai. Meski demikian, mempercayai hukum ini saja dalam memandang hidup (khususnya penderitaan dan kesuksesan seseorang) sama saja dengan meniadakan konsep anugerah yang selama ini Tuhan telah tekankan. Bukankah kita ini sebenarnya adalah manusia berdosa yang sama sekali tidak pantas untuk menuai jaminan keselamatan ?? Yang kita tabur adalah dosa !! Jadi, bukankah jaminan keselamatan ini kita terima dari-Nya murni karena anugerah-Nya, bukan hasil taburan jerih payah atau kebaikan kita?
Kesuksesan dan penderitaan hidup sama sekali bukan indikator kebaikan atau kejahatan seseorang. Meski demikian, sebenarnya yang utama bukanlah itu. Mari pandang hidup ini melalui sudut pandang anugerah. Meski hukum tabur tuai memang berlaku -- sebab Alkitab juga mengaminkannya (Maz. 126:5; Gal. 6:8-9)-- mari mengukur hidup ini bukan dengan keberhasilan dan kesuksesan orang lain atau diri sendiri saja. Sesungguhnya, sukses atau tidaknya hidup kita diukur apakah kita sudah menerima anugerah-Nya atau belum, lepas dari apakah keadaan kita saat ini sedang dalam kebaikan-Nya atau dalam ujian-Nya
Sedang diuji atau tidak, pastikan kita sudah menerima anugerah-Nya
Selamat beraktifitas, tetap semangat dan jalani hidup ini dengan penuh ucapan syukur. Tuhan Yesus Memberkati. Amin
Belajar Ayub 16
"Dialah Pembela"
Ayub 16:19 - BIS Aku tahu bahwa Pembelaku ada di Surga; Ia memberi kesaksian bahwa aku tak berdosa.
Memang tidak ada angka yang jelas, tapi bukankah sering kali alasan seseorang meninggalkan Tuhan adalah saat mereka mengikut Tuhan, mereka merasa hidup mereka tidak juga berubah. Bukannya berubah menjadi lebih baik, hidup terus mengalami penurunan. Bukannya penuh berkat seperti yang diharap, hidupnya justru berat seperti tanpa harap. Akhirnya, bukannya membawa keluhan kepada Tuhan, mereka membawanya kepada ilah lain. Sebab itu, kiranya yang Ayub lakukan ini dapat menjadi teladan bagi kita saat kita mengalami pergumulan berat dalam hidup. Seberat-beratnya hidup yang mungkin sedang kita alami sekarang, hendaknya kita menjaga sikap kita tetap benar: membawa segala keluhan kepada-Nya dan menyakini-Nya sebagai satu-satunya Penolong yang dapat diandalkan.
Hidup mungkin berat, tapi biarlah kita tetap berharap kepada-Nya
Tetaplah semangat dan jalani hidup ini dengan terus berharap kepada-Nya. Tuhan Yesus memberkati. Amin
Belajar Ayub 17
"Berseru kepada-Nya"
Dalam Markus 10:47-48 (TB) Ketika didengarnya, bahwa itu adalah Yesus orang Nazaret, mulailah ia berseru: "Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!" Banyak orang menegornya supaya ia diam. Namun semakin keras ia berseru: "Anak Daud, kasihanilah aku!"
Semua yang Ayub katakan dalam dua pasal terakhir adalah sebuah seruan. Seruan kepada Tuhan agar Ia segera memberikan pertolongan kepadanya. Karena itulah ia menjabarkan setiap detail penderitaan yang ia alami. Melalui keluhan-keluhan itu, ia sebenarnya sedang berseru meminta pertolongan Tuhan dengan lantang. Persis seperti orang yang ada dalam ambang kematian (ay. 11-16) karena terjebak dalam sebuah kebakaran. Persis seperti yang Bartemeus lakukan ketika Yesus datang ke kotanya, yang berseru: Yesus, Anak Daud, kasihinilah aku!" Sehingga bahkan ketika orang lain menegurnya untuk diam pun, ia justru semakin lantang meneriakkan kalimat yang sama (Mrk. 10:48)
Berserulah kepada-Nya hingga Ia menghampiri dan memberikan pemulihan, seperti Ia kemudian menghampiri dan menyembuhkan Bartemeus (dan juga Ayub) yang tak lelah dan tanpa malu berseru menyatakan keluh kesah dan meminta pertolongan. Bukankah Mazmur 145:18 berkata: " Tuhan dekat pada setiap orang yang berseru kepada-Nya, pada setiap orang yang berseru kepada-Nya dalam kesetiaan".
Jangan ragu berseru kepada-Nya saat kita memang benar-benar membutuhkan pertolongan-Nya
Selamat beraktifitas dan tetap semangat. Andalkan Tuhan dalam setiap laku kita. Tuhan Yesus Memberkati. Amin
Belajar Ayub 18
"Perbedaan"
Dalam surat Paulus kepada jemaat Korintus 1 Korintus 12:25 (TB) supaya jangan terjadi perpecahan dalam tubuh, tetapi supaya anggota-anggota yang berbeda itu saling memperhatikan.
Lepas dari kenyataan bahwa pemikiran para sahabat Ayub sebenarnya kurang tepat, setidaknya kita dapat menarik pelajaran soal perbedaan dalam sebuah relasi dari pasal ini. Beberapa orang nyatanya kurang dapat memahami bahwa dalam sebuah relasi, sering kali ada perbedaan. Mereka berfikir bahwa untuk menjadi sahabat, misalnya, maka pikiran pun harus sama dan sejalan. Keseragaman dianggap sebagai kekuatan dan kebersamaan; dan sebaliknya tidak ada seragam dianggap sebagai kelemahan dan keretakan. Padahal, bukan ini prinsip yang terjadi dalam kehidupan. Bukankah kehidupan dimulai dari perbedaan? Bukankah kisah penciptaan dalam Kejadian, Allah menerangkan bahwa banyak mahkluk dan benda diciptakan dengan fungsi masing-masing? Ya, sesungguhnya perbedaanlah yang menggerakkan kehidupan (relasi). Mari hargai perbedaan itu.
Perbedaan dapat terbingkai sempurna jika dalam sebuah relasi terdapat toleransi
Selamat beraktifitas kembali, berkarya dan bekerja. Tetaplah semangat dan jaga kesehatan masing². Tuhan Yesus Memberkati. Amin
Belajar Ayub 19
"Kuasa Perkataan"
Dalam surat Paulus kepada jemaat Efesus Efesus 4:29 (TB) Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia.
Lebih dari hal yang lain yang mungkin dapat melukai perasaan, mungkin perkataanlah yang paling dapat meremukkan hati. Inilah Ayub kemudian berkata kepada sahabatnya: "Berapa lama lagi kamu menyakitkan hatiku, dan meremukkan aku dengan perkataan ?" (ay.2). Saking menyakitkannya penghakiman mereka kepadanya, Ayub bahkan sampai menghitungnya. "Telah sepuluh kali kamu menghina aku, demikian Ayub berkata. (ay. 3).
Setidaknya ada dua alasan mengapa kita perlu menjaga diri kita agar tidak menjadi seperti sahabat Ayub, yang terkesan sembrono dengan apa yang mereka katakan.
▪︎Pertama, perkataan faktanya memang memiliki kuasa; ia dapat membangun, tapi dapat menghancurkan ( Ams. 15:4 ).
▪︎Kedua, kemampuan berbicara sebenarnya adalah sebuah karunia. Karena itu, sudah sepatutnya jika kita menggunakannya menurut keinginan Sang Pemberi, yakni untuk mengeluarkan perkataan yang baik dan yang membangun. Perkataan seperti apakah yang keluar dari mulut kita selama ini ? Yang diucapkan dengan tergesa-gesa tanpa dipikir dulu atau diucapkan dengan hikmat dan penuh pertimbangan ??
Bukan pisau dan senjata api, lidah pun dapat membunuh
Selamat beraktifitas tetap semangat dan jalani hidup ini dengan penuh ucapan syukur. Jagalah hati dan tutur kita. Tuhan Yesus Memberkati. Amin
Belajar Ayub 18
"Perbedaan"
Dalam surat Paulus kepada jemaat Korintus 1 Korintus 12:25 (TB) supaya jangan terjadi perpecahan dalam tubuh, tetapi supaya anggota-anggota yang berbeda itu saling memperhatikan.
Lepas dari kenyataan bahwa pemikiran para sahabat Ayub sebenarnya kurang tepat, setidaknya kita dapat menarik pelajaran soal perbedaan dalam sebuah relasi dari pasal ini. Beberapa orang nyatanya kurang dapat memahami bahwa dalam sebuah relasi, sering kali ada perbedaan. Mereka berfikir bahwa untuk menjadi sahabat, misalnya, maka pikiran pun harus sama dan sejalan. Keseragaman dianggap sebagai kekuatan dan kebersamaan; dan sebaliknya tidak ada seragam dianggap sebagai kelemahan dan keretakan. Padahal, bukan ini prinsip yang terjadi dalam kehidupan. Bukankah kehidupan dimulai dari perbedaan? Bukankah kisah penciptaan dalam Kejadian, Allah menerangkan bahwa banyak mahkluk dan benda diciptakan dengan fungsi masing-masing? Ya, sesungguhnya perbedaanlah yang menggerakkan kehidupan (relasi). Mari hargai perbedaan itu.
Perbedaan dapat terbingkai sempurna jika dalam sebuah relasi terdapat toleransi
Selamat beraktifitas kembali, berkarya dan bekerja. Tetaplah semangat dan jaga kesehatan masing². Tuhan Yesus Memberkati. Amin
Belajar Ayub 19
"Kuasa Perkataan"
Dalam surat Paulus kepada jemaat Efesus Efesus 4:29 (TB) Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia.
Lebih dari hal yang lain yang mungkin dapat melukai perasaan, mungkin perkataanlah yang paling dapat meremukkan hati. Inilah Ayub kemudian berkata kepada sahabatnya: "Berapa lama lagi kamu menyakitkan hatiku, dan meremukkan aku dengan perkataan ?" (ay.2). Saking menyakitkannya penghakiman mereka kepadanya, Ayub bahkan sampai menghitungnya. "Telah sepuluh kali kamu menghina aku, demikian Ayub berkata. (ay. 3).
Setidaknya ada dua alasan mengapa kita perlu menjaga diri kita agar tidak menjadi seperti sahabat Ayub, yang terkesan sembrono dengan apa yang mereka katakan.
▪︎Pertama, perkataan faktanya memang memiliki kuasa; ia dapat membangun, tapi dapat menghancurkan ( Ams. 15:4 ).
▪︎Kedua, kemampuan berbicara sebenarnya adalah sebuah karunia. Karena itu, sudah sepatutnya jika kita menggunakannya menurut keinginan Sang Pemberi, yakni untuk mengeluarkan perkataan yang baik dan yang membangun. Perkataan seperti apakah yang keluar dari mulut kita selama ini ? Yang diucapkan dengan tergesa-gesa tanpa dipikir dulu atau diucapkan dengan hikmat dan penuh pertimbangan ??
Bukan pisau dan senjata api, lidah pun dapat membunuh
Selamat beraktifitas tetap semangat dan jalani hidup ini dengan penuh ucapan syukur. Jagalah hati dan tutur kita. Tuhan Yesus Memberkati. Amin
Pembacaan AYUB 14 (hari ke 450)
Tafsiran
Dalam sebuah percakapan konseling dengan seseorang yang sedang menderita, kadang percakapan menjadi meluas hingga akhirnya terlontar pertanyaan seperti ini, "Mengapa Tuhan begitu kejam?" Sudah tentu pertanyaan ini keluar dari hati yang penuh kepedihan, kekecewaan dan kebingungan, bukan dari hati yang ingin menghujat Allah. Ada kalanya pertanyaan ini keluar karena cawan yang kita harus minum itu terlalu pahit dan kita merasa tidak sanggup lagi untuk meminumnya.
Nama Ayub pun mungkin lebih cocok dipanggil Mara, karena hidupnya sekarang menjadi sangat pahit. Sebagai orang yang percaya kepada Tuhan, ia mengetahui bahwa Tuhan mempunyai kuasa absolut atas hidupnya, dan bahwa penderitaannya tidak dapat dilepaskan dari tangan Tuhan. Bagi Ayub, tangan Tuhanlah yang sedang memukulnya dengan murka. Itu sebabnya ia datang kembali kepada Tuhan dan meminta Tuhan untuk "menyembunyikanku di dalam dunia orang mati … sampai murkaMu surut."(ayat 14:13). Di dalam kesedihan dan kekalutan, akhirnya Ayub berpikir bahwa musibah yang dialaminya merupakan ungkapan kemarahan Tuhan terhadapnya. Ayub keliru dan kita pun sering kali keliru sewaktu menghubung-hubungkan penderitaan yang kita alami dengan kemarahan Tuhan.
Benar bahwa kita adalah makhluk yang rasional dan kita ingin menemukan jawaban untuk setiap hal yang terjadi dalam hidup kita. Tetapi, itu bukanlah alasan untuk mulai mereka-reka alasan mengapa musibah menimpa karena jawaban yang paling logis dan paling mudah untuk meredam kemarahan dan kekecewaan ialah, Tuhan marah kepada kita.
Penderitaan acap kali merupakan bagian dari rencana Tuhan yang tidak kita mengerti. Tetapi, ada hal yang terpenting untuk kita pahami dan imani dalam kehidupan kita, yaitu bahwa penderitaan tidak dapat memisahkan kita dari kasih sayang Tuhan.
Renungkan: Dalam menghadapi penderitaan, datanglah kepada-Nya bukan dengan ketakutan terhadap kemarahan-Nya. Datanglah kepada-Nya sebagai Bapa yang menyayangi anak-anak-Nya
.
Pembacaan AYUB 15 (hari ke 451)
Tafsiran
Acapkali orang memaksakan pandangannya tentang kebenaran pada orang lain tanpa mempertimbangkan perasaan orang tersebut. Padahal, belum tentu pandangan si penasihat itu yang paling benar. Tidak jarang nasihat kebenaran menjadi sindiran yang kasar serta membabi buta yang jelas-jelas berlawanan dengan kebenaran sesungguhnya.
Seperti itulah nasihat Elifas. Ia mengajukan pertanyaan retoris (ayat 2-3, 7-9, 11-14) dan kata-kata kasar serta tajam (ayat 4-6, 16). Rupanya Elifas tersinggung dengan pernyataan Ayub (ayat 12:3; 13:2). Itu sebabnya Elifas membalas Ayub dengan menggunakan kata-kata Ayub sendiri (ayat 9). Pertanyaan-pertanyaan retoris Elifas sebenarnya bermaksud menyindir Ayub yang mengaku diri berhikmat (ayat 2…
Pembacaan AYUB 16 (hari ke 452)
Tafsiran
Itulah ungkapan kekesalan Ayub terhadap ketiga sahabatnya. Oleh karena mereka bukannya mendukungnya untuk menanggung penderitaannya sebaliknya mereka mencerca Ayub dengan tuduhan keji. Seandainya keadaan terbalik, mereka ada pada posisi Ayub, mereka akan merasakan bagaimana rasanya dinasihati dengan kata-kata bermulut manis tetapi tanpa sungguh-sungguh mengasihi (ayat 4-5)
Sekali lagi Ayub membela dirinya dari tuduhan kejam para sahabatnya. Dengan tegas ia menyatakan bahwa semua penderitaan ini bersumber dari Allah sendiri (ayat 7-17). Allahlah yang membuat hidupnya dan keluarganya berantakan oleh musibah (ayat 7-8). Allah memperlakukan dan menghajar Ayub seolah ia musuh (ayat 9-10). Allah memakai orang-orang fasik untuk menyiksa Ayub (ayat 11-12). Allah menyiksa fisik maupun batin Ayub (ayat 13-16). Secara fisik Ayub menderita dari ujung kepala sampai ujung kaki (ayat 2:7-8). Secara batin Ayub menderita karena dirinya tidak bersalah (ayat 17). Maka Ayub membalas tuduhan jahat teman-temannya itu dengan membawa perkaranya itu kepada Allah. Ia memanggil bumi dan surga sebagai saksi cemoohan teman-temannya terhadapnya (ayat 18-19). Ia meminta perlakuan adil dan setimpal dijatuhkan atas niat busuk teman-temannya, supaya terbuktilah bahwa tuduhan mereka salah, dan dirinyalah yang benar (ayat 20-21). Ayub mengharapkan keadilan itu dengan segera terlaksana sebelum ia meninggal akibat dari penderitaannya itu (ayat 22).
Memang sulit untuk melihat dengan tepat akan pergumulan dan penderitaan orang lain, kalau seseorang sudah memiliki prasangka-prasangka tertentu. Ia akan menjadi buta terhadap fakta. Ia akan menjadi bersikap keras dan kejam dan tidak sensitif sama sekali akan pergumulan orang lain itu. Tepat sekali makian Ayub bahwa orang yang sedemikian adalah penghibur sialan. Oleh sebab itu, kita perlu dua hal untuk dapat menjadi penghibur yang baik. Mengenal fakta dengan benar, dan memiliki hati yang penuh kasih.
Renungkan: Penghiburan sejati adalah kata-kata berisikan kebenaran yang keluar hati yang penuh belas kasih.
Pembacaan AYUB 17 (hari ke 453)
Tafsiran
Kepada siapa anak Tuhan yang menderita boleh berpaling? Tentu kepada Allah, apalagi jika penderitaan itu terjadi bukan karena dosa-dosanya.
Ayub yakin bahwa penderitaannya itu diakibatkan Tuhan menekan dirinya, bukan karena kesalahannya. Sementara para sahabatnya terus menyalahkan dan memojokkan dia. Sekarang Ayub melanjutkan lagi keluhannya terhadap para sahabatnya seraya meminta pembelaan Allah. Ayub percaya Ia akan membela dirinya karena yang dikatakan teman-temannya itu salah. Ayub berani meminta Tuhan menjamin kebenaran dirinya dan menyatakan para sahabatnya bersalah, sebab mereka telah memfitnah dia (ayat 3-5). Di sini Ayub meminta kepada Tuhan agar tudingan dosa itu dibalikkan kepada mereka. Oleh karena, tuduhan itu tidak terbukti, maka merekalah yang harus ganti dituduh! Jadi, walaupun keadaan Ayub yang dituding berdosa itu membuat orang lain menganggap dia hina (ayat 6), bahkan orang jujur tidak dapat mengerti dirinya (ayat 8), namun sebagai orang benar, Ayub tak tergoyahkan (ayat 9). Maka Ayub mengajukan argumentasi ke sahabatnya yang berubah menjadi lawannya itu (ayat 10).
Bagi Ayub, kalau ia menyerah kepada tuduhan, itu sama dengan menyerahkan harapannya kepada dunia orang mati, maka ia akan tenggelam dan habis (ayat 13). Sebaliknya, karena Ayub yakin akan ketidakbersalahannya dalam penderitaan, dan percaya akan keadilan Tuhan, maka ia berjuang membela dirinya.
Renungkan: Anak Tuhan tidak perlu membela diri ketika dituduh, karena Kristus sudah membelanya.
[05.24, 16/1/2024] +62 817-6567-432: Ayub 21 : 1 - 34
Pendapat Ayub, bahwa kemujuran orang fasik kelihatannya tahan lama
Belajar Ayub 20
"Hukum dan Anugerah"
Dalam injil 1 Yohanes 1:9 (TB) Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan.
Berbeda dengan sahabatnya, Ayub mengenal Allah sebagai Allah yang juga penuh dengan anugerah. Meski saat itu ia belum mengenal Yesus, dalam penderitaannya ia memiliki pengharapan dengan menubuatkan tentang "Penebus" (Ay. 19:25). Hidupnya memang menderita, tapi ia mengerahkan matanya tidak hanya pada kehidupan dunia, tapi juga setelah kematian. Boleh saja hidup menderita ketika hidup di dunia, tapi yang paling penting adalah Allah berpihak kepadanya. Hidup penuh berkat siapa yang tidak mau. Tapi kalaupun sekarang belum menikmati-Nya, pastikan kita tidak kehilangan anugerah yang sebenarnya. Biarlah penderitaan yang kita alami semakin mengokohkan iman kita kepada-Nya, dan bukan justru membuat kita kehilangan anugerah-Nya.
Ia adalah Allah yang menghukum, tapi Ia juga adalah Allah yang penuh dengan anugerah.
Selamat menjalankan tugas dan tanggung jawab kita hari ini tetaplah semangat dan terus jaga kesehatan jasmani dan rohani kita. Tuhan Yesus Memberkati. Amin
Belajar Ayub 21
"Hindari Menyamaratakan"
Ayub 21:7 (TB) Mengapa orang fasik tetap hidup, menjadi tua, bahkan menjadi bertambah-tambah kuat ?
Hindari menyamaratakan. Atau istilah kerennya, hindari menggeneralisasi !. Secara umum, generalisasi adalah proses penalaran yang bertolak dari fenomena individual menuju kesimpulan umum. Orang Madura itu galak-galak, misalnya. Ini namanya generalisasi, sebab nyatanya banyak juga orang Madura yang sabar. Hanya karena satu dua oknum, seluruh kelompok kemudian mendapat stigma negatif. Dalam keseharian, kecenderungan berpikir meng-generalisasi seperti itu perlu dihindari. Sebab, cara pikir seperti ini akhirnya akan membuahkan sikap berprasangka atau berasumsi (seperti halnya para sahabat Ayub yang kemudian berasumsi bahwa Ayub pasti sudah banyak dosa).
Mari melatih diri banyak mendengar, menyelidiki, dan berpikir sebelum menyimpulkan sesuatu. Niscaya, hubungan dengan orang-orang sekitar kita akan menjadi lebih baik.
Selamat menjalankan tugas dan tanggung jawab kita hari ini. Tetaplah semangat dan terus berharap kepada-Nya. Tuhan Yesus Memberkati. Amin
Belajar Ayub 22
"Tidak Sekedar Baik"
Dalam Amsal 3:27 (TB) Janganlah menahan kebaikan dari pada orang-orang yang berhak menerimanya, padahal engkau mampu melakukannya.
Sebagai orang Kristiani, nyatanya kita dituntut berbeda. Secara fisik, kita memang hidup di dunia, tapi cara hidup kita tetap harus seperti warga kerajaan surga dan karenanya berbeda dari orang dunia. Tidak cukup menjauhi larangan-Nya dan melakukan yang bai, kita juga dituntut untuk melakukan apa yang lebih sekedar baik. Tidak memeras orang lain jelas baik, tapi itu saja tidak cukup. Lebih dari itu, kita juga perlu menerapkan gaya hidup memberi (termasuk memberikan pinjaman, baca Mat. 5:42), khususnya bagi mereka yang memang membutuhkan. Memenuhi tanggung jawab itu baik, tapi itu tidak cukup. Lebih dari itu, kita bahkan dituntut untuk memberikan yang terbaik dalam memenuhi tanggung jawab tersebut (Mat. 5:41)
Menjadi orang Kristiani tidak cukup sekedar baik. Menjadi orang Kristiani harus menjadi yang terbaik.
Selamat menjalankan tugas tanggung jawab kita di hari ini. Tetaplah semangat dan memberikan yang terbaik. Tuhan Yesus Memberkati. Amin
Belajar Ayub 22
"Tidak Sekedar Baik"
Dalam Amsal 3:27 (TB) Janganlah menahan kebaikan dari pada orang-orang yang berhak menerimanya, padahal engkau mampu melakukannya.
Sebagai orang Kristiani, nyatanya kita dituntut berbeda. Secara fisik, kita memang hidup di dunia, tapi cara hidup kita tetap harus seperti warga kerajaan surga dan karenanya berbeda dari orang dunia. Tidak cukup menjauhi larangan-Nya dan melakukan yang bai, kita juga dituntut untuk melakukan apa yang lebih sekedar baik. Tidak memeras orang lain jelas baik, tapi itu saja tidak cukup. Lebih dari itu, kita juga perlu menerapkan gaya hidup memberi (termasuk memberikan pinjaman, baca Mat. 5:42), khususnya bagi mereka yang memang membutuhkan. Memenuhi tanggung jawab itu baik, tapi itu tidak cukup. Lebih dari itu, kita bahkan dituntut untuk memberikan yang terbaik dalam memenuhi tanggung jawab tersebut (Mat. 5:41)
Menjadi orang Kristiani tidak cukup sekedar baik. Menjadi orang Kristiani harus menjadi yang terbaik.
Selamat menjalankan tugas tanggung jawab kita di hari ini. Tetaplah semangat dan memberikan yang terbaik. Tuhan Yesus Memberkati. Amin
Pembacaan AYUB 18 (hari ke 454)
Tafsiran
Dalam pasal ini Bildad menyodorkan sebuah gambaran tegas tentang neraka. Bagi Bildad, Ayub hanyalah seorang manusia yang tidak tahu diri, tidak bisa mengendalikan dirinya, dan mengharapkan sebuah dispensasi ilahi untuk tidak tunduk kepada hukum-hukum alam ("... demi kepentinganmukah ...", 4).
Pada bagian pertama ini (1-4), Bildad hendak mengatakan bahwa segala sesuatu di dunia ini ada tempatnya. Tempat yang cocok bagi Ayub adalah neraka karena penderitaan yang tengah ia alami. Pada bagian kedua (5-21) ditemukan satu ide yang diulang berkali-kali, yaitu tempat tinggal (kemah, tempat kediaman). Dengan ide ini, Bildad mengatakan neraka adalah sebuah tempat tinggal yang menjadi tujuan akhir bagi orang-orang fasik. Bildad menggambarkan neraka sebagai sebuah tempat yang gelap (5-6), penuh masalah dan kesusahan (7-10), di mana orang tak hentinya mengalami teror dan kesusahan (11-16), dan hidup akan berujung pada kesia-siaan dan kesepian yang mutlak (17-19).
Seluruh pemaparan ini merupakan ceramah yang baik tentang neraka. Jika kita lihat konteksnya, sebenarnya ceramah ini ditujukan kepada Ayub yang sedang menderita. Pemikiran karma ala Bildad ini tidak jelas karena orang fasik hidupnya pasti menderita dan masuk neraka. Karena itu, orang yang hidupnya penuh penderitaan setelah mati akan mendapat tempat di neraka. Sebaliknya, orang saleh pasti hidupnya sukses dan masuk surga. Karena itu, orang yang hidupnya di dunia setelah mati akan masuk surga. Sayangnya sampai hari ini pun gereja masih tidak bersih dari pemikiran-pemikiran semacam ini.
Sebagai orang beriman, adakah anugerah hadir dalam kehidupan saudara, dan dalam interaksi saudara dengan orang-orang di sekitar saudara?Orang beriman maupun tidak beriman, sama-sama mengalami kesulitan hidup. Tugas kita bukanlah membuat penghakiman yang tergesa-gesa dan tidak memiliki bukti yang kuat. Bagian kita adalah menjadi saluran anugerah Tuhan dalam setiap aspek hidup kita bagi orang lain. [AKI]
Pembacaan AYUB 19 (hari ke 455)
Tafsiran
Hari ini Ayub membawa kita menapaki setiap anak tangga penderitaannya hingga ia tiba pada pertanyaan yang terpenting, yaitu: apakah Tuhan di pihak saya?
Dalam bagian pertama (1-6), Ayub menghardik teman-temannya yang malah menambah kesusahan hidupnya. Berikutnya (7-12) Ayub meratapi kesusahan yang ia alami. Ternyata, kesusahan yang satu berbuah kesusahan lainnya, karena pada bagian ketiga kita menjumpai tragedi hidup Ayub di mana orang-orang sekitarnya menjauhi dia (13-20). Orang-orang yang tadinya bukan siapa-siapa di hadapan Ayub, kini menikmati kemalangannya. Tidak hanya sampai di situ, bagian keempat menghadirkan sahabat-sahabat Ayub yang bertindak seolah-olah mereka mewakili Allah menuntut pertobatan Ayub (21-22).
Di tengah deraan masalah hidup yang bertubi-tubi, dimana Tuhan? Apakah Tuhan masih peduli kepada Ayub? Setelah melalui semua anak tangga penderitaan ini, Ayub tiba pada pernyataan imannya: apapun yang terjadi, Tuhan ada di pihak Ayub (23-27). Kenyataannya, kehidupan tidak seindah yang diinginkan dan banyak orang memandang Ayub sebagai orang jahat yang pantas mendapatkan ganjaran atas kejahatan terselubung. Walaupun kehidupan Ayub hancur berkeping-keping, Ayub memilih beriman kepada Tuhan. Pada akhirnya, matanya sendiri akan menyaksikan Tuhan yang membenarkan dia. Ayat 25-27 dengan sangat berani menyodorkan kepada kita pernyataan iman Ayub di puncak penderitaannya.
Bagian terakhir (28-29) memperingatkan orang-orang yang menghakimi Ayub. Mereka dihakimi karena mengambil peran Allah sebagai sang hakim berdasarkan karma dan bukan anugerah. Ayub mengingatkan bahwa mereka pun pada akhirnya harus berhadapan dengan pengadilan Allah tanpa anugerah dan tak ada harapan bagi mereka. Tanpa anugerah Allah, tidak ada seorang pun manusia yang cukup baik dapat lolos dari pengadilan-Nya. [AKI]
Pembacaan AYUB 20 (hari ke 456)
Tafsiran
Versi singkat ceramah Zofar kita jumpai pada ayat 5. Pernyataan ini ada benarnya dan memang patut diperhatikan oleh setiap orang, agar kita insaf dari dosa-dosa kita. Pernyataannya ini mengandung dua masalah serius. Pertama, klaim yang menyederhanakan permasalahan (simplistis). Anggapan umum bahwa kesuksesan orang jahat pasti hanya berlangsung singkat, padahal kenyataannya problema kehidupan tidak sesederhana itu. Kedua, Zofar membalik alur penalarannya: orang jahat akan jatuh dari kesuksesan dan hidupnya menjadi tidak bahagia, maka orang yang tidak sukses dan tidak bahagia pastilah orang jahat. Ini merupakan kesesatan dalam berpikir.
Dalam kehidupan kita sebagai umat beriman, Alkitab mengajarkan bahwa Tuhan akan menghakimi seluruh umat manusia, termasuk orang-orang jahat, sebagaimana yang diutarakan oleh Zofar. Tuhan tidak memanggil kita untuk menggantikan Dia menjadi sang Hakim bagi orang-orang di sekitar kita, siapa yang baik dan siapa yang jahat. Lagipula dengan dasar apa kita bisa membuat keputusan itu? Ini merupakan penyalahgunaan doktrin yang membuat orang-orang Kristen berambisi berperan sebagai Allah (playing God) untuk mendakwa orang lain.
Orang-orang yang berpandangan simplistis tentang konsep sebab-akibat, antara dosa dan penderitaan, memiliki risiko untuk menjadi penghalang bagi orang lain untuk mengenal Kristus, yang sudah datang ke dunia dan mati di salib untuk menebus dosa manusia. Saat kehidupan finansial mereka tidak baik, saat dirinya sakit-sakitan serta mengalami kegagalan bisnis dan seterusnya, maka ajaran simplistis ini akan menjerumuskan seseorang mempertanyakan jaminan keselamatan Tuhan dalam hidupnya.
Tatanan dunia ini, alam semesta maupun masyarakat, sudah ternoda oleh dosa. Masalah dan kegagalan adalah kenyataan hidup. Meski demikian kondisinya, tetap ada penghiburan Allah bagi kita. Lewat kehidupan Ayub, kita melihat bagaimana Tuhan selalu menyertai Ayub sampai akhir. [AKI]
Belajar Ayub 23
"Percayai Hati-Nya"
Dalam Yakobus 5:11 (TB) Sesungguhnya kami menyebut mereka berbahagia, yaitu mereka yang telah bertekun; kamu telah mendengar tentang ketekunan Ayub dan kamu telah tahu apa yang pada akhirnya disediakan Tuhan baginya, karena Tuhan maha penyayang dan penuh belas kasihan.
Meskipun Ayub menyampaikan pengharapan-pengharapan itu kepada Allah dengan disertai rasa ragu (ay. 8-9) -- bahwa Allah akan langsung membelanya dan menjawabnya -- namun Ayub dengan tegas menyatakan bahwa ia percaya pada kehendak dan rencana Allah (ay.12-14). Ia menyatakan diri tunduk sepenuhnya kepada kehendak-Nya (ay 11). Meski Ia tidak mampu melihat-Nya dan pencariannya akan Dia nihil, tapi ia percaya bahwa Ia mengawasi setiap langkah dan gerak-geriknya (ay.8). Ia tidak takut pada kegelapan yang melingkupi hidupnya, melainkan pada Allah (ay. 16). Saat itu, ia memang tidak dapat melihat Allah, tapi ia mempercayai hati-Nya.
Seperti Ayub, mungkin kita pernah, sedang, atau suatu saat nanti berada pada keadaan yang sama.
Hidup begitu penuh tekanan, namun kita tidak juga melihat Tuhan campur tangan. Jangankan campur tangan, suara-Nya pun rasanya tidak pernah terdengar. Bukannya dukungan dan jalan keluar suara yang kita dengar justru adalah penghakiman dan tuduhan dari orang-orang terdekat yang seharusnya mendukung. Pada saat seperti ini, sesungguhnya tidak ada yang lain yang dapat kita lakukan selain melakukan seperti yang Ayub lakukan, yaitu mempercayai dan tunduk pada rencana dan kehendak-Nya. Kegelapan mungkin mengelilingi kita, tapi hati-Nya kiranya selalu memampukan kita untuk senantiasa bertahan melaluinya.
Pembacaan AYUB 21 (hari ke 457)
Tafsiran
Pada akhir ronde kedua dialog Ayub dan ketiga temannya, ia mengajukan kenyataan yang sering kita jumpai. Ada orang baik yang mengalami masalah serius bertubi-tubi. Misalnya, seorang yang mau menjadi misionaris tewas dalam perjalanan ke tempat misi. Seorang yang pensiun dari pelayanan dengan harapan menikmati masa tua bersama cucu, hanya untuk mendapati dirinya terkena kanker ganas. Sementara itu, orang-orang jahat berkuasa. Koruptor dan para penjahat kelas kakap lolos dari hukuman. Teroris merajalela menculik, memperkosa, membunuh, menimbulkan kerusakan hebat di mana-mana. Bagaimana orang terhibur dengan kata-kata Elifas, Bildad, dan Zofar?
Terkadang kita ingin membela Tuhan, hanya karena kita tahu satu-dua hal tentang Tuhan. Ketika kita berhadapan dengan pahit dan getirnya pengalaman hidup sesama manusia, maka dengan mudahnya kita memberi ceramah rohani kepada orang-orang yang malang. Kita tidak berupaya memberikan telinga kita untuk mendengar keluhan mereka. Mereka membutuhkan pundak tempat menangis dan tangan untuk memeluk mereka. Di tengah kompleksitas hidup, Tuhan memanggil kita menjadi saksi-saksi-Nya.
Ayub mengawali kata-katanya dengan permintaan agar teman-temannya mendengar baik-baik apa yang hendak ia katakan (2). Setelah itu, ia mengakhirinya dengan hardikan bahwa kata-kata yang disodorkan teman-temannya itu tidak sesuai dengan kenyataan dan hanya memperburuk keadaan (3-4). Hari ini kita sekali lagi diingatkan bahwa kepercayaan kepada karma adalah bodoh, berbahaya, dan menyakitkan.
Alkitab tidak mengajarkan bahwa kesuksesan dan kemapanan hidup merupakan indikator keselamatan kekal. Kenapa orang baik terkena masalah dan orang jahat kelihatannya sukses? Terkadang kita memang tidak tahu dan tidak ada perlunya kita berpura-pura tahu atau menebak-nebak. Biarlah kehadiran kita menjadi saluran anugerah dan penghiburan Tuhan bagi orang-orang di sekitar kita. [AKI]
Pembacaan AYUB 22 (hari ke 458)
Tafsiran
Mencengangkan di mana pidato Elifas yang terakhir ini sungguh vulgar. Ia bagaikan seorang polisi yang memaksa dan menganiaya satu-satunya tersangka yang ada di tangannya. Sekonyong-konyong Elifas menghujani Ayub dengan pelbagai tuduhan, yang entah muncul dari mana. Kita tahu jelas tuduhan itu bertolak belakang dengan karakter Ayub (Ayb. 1). Sebagai seorang yang diperkenalkan sebagai sahabat Ayub, Elifas pun seharusnya mengenal Ayub. Terkadang apa yang kita ketahui membuat kita tidak bisa melihat apa yang ada di depan mata.
Elifas memaksakan Ayub setuju argumennya bahwa orang susah pasti berdosa. Walaupun dia bersahabat dengan Ayub, ia tak mampu merevisi pemahamannya agar sesuai data baru di hadapannya. Tuhan menciptakan manusia dengan akal budi sesuai citra-Nya. Untuk berfungsi sesuai citra Tuhan itu, kita perlu menggunakan akal budi. Apa yang terjadi dengan Elifas, Bildad, dan Zofar adalah contoh ketidakmampuan orang menggunakan akal budinya, sehingga mereka tidak bisa menjadi citra Tuhan yang baik dalam hidup mereka. Dalam sepanjang dialog yang sudah kita baca beberapa hari belakangan ini, kita melihat sebuah konsekuensi fatal gaya hidup orang-orang yang mengklaim mencintai Tuhan, ternyata tidak bijak menggunakan segenap akal budinya.
Satu bahaya lain juga mengincar, yaitu: ceramah dari ketiga teman Ayub ini tidak melenceng jauh dari ajaran yang benar. Misalnya, Allah mahakuasa (3), mahatahu (13 dst.), mendengar doa (27). Tetapi penerapannya yang simplistis dengan berpikir bahwa orang sukses pasti selamat dan orang yang doanya tidak didengar Tuhan pasti punya dosa tersembunyi. Semua ajaran mereka sangat berbahaya. Karena itu, butuh kepekaan dan ketelitian untuk mengenali dan meluruskan ajaran-ajaran yang beda tipis dengan iman Kristen. Sedikit toleransi pada hal-hal yang prinsipil berakibat fatal, karena mereka melihat anugerah Allah yang menghidupkan diyakininya sebagai hukum yang mematikan. [AKI]
Hari ke 459 pembacaan AYUB 23
Tafsiran
Seorang anak diejek teman-temannya sebagai anak haram. Ia pulang ke rumah sambil menangis. Ia bertanya kepada ibunya. Sang ibu menjawab, "Nak, ucapan teman-temanmu tidak benar. Ayahmu memang telah tiada tetapi ibu ada di sisimu."
Pada pasal ini, perasaan Ayub mirip dengan perasaan anak tersebut yaitu membutuhkan kepastian. Ayub sepertinya tidak tahu harus bagaimana lagi menjawab dakwaan Elifas. Ia merasa tidak ada gunanya berbantah-bantah lagi dengan sahabatnya itu, yang tidak lagi mendukungnya. Oleh karena itu, Ayub mengarahkan pengharapannya kepada Allah. Ayub mengharapkan Allah bersedia mendengarkan pembelaan dirinya, bahkan berkenan pula menjawabnya (ayat 3-7). Ayub yakin bahwa ia tidak bersalah. Ayub juga yakin kalau Allah memeriksanya, maka Allah pun akan menemukan demikian (ayat 10-12). Persoalan yang muncul di sini adalah adanya perbedaan kepastian antara Ayub dengan anak tersebut. Kalau anak itu mendapatkan jawaban pasti dan langsung dari kata penghiburan ibunya, maka Ayub meragukan dapatkah ia bertemu dengan Allah (ayat 8-9)? Apakah Allah mau menerima semua pertanyaannya? Kalau Allah memang sudah menetapkan bahwa ia patut menerima dan mengalami penderitaan itu. Apakah mungkin Allah mau berubah pikiran (ayat 13-17)? Mungkinkah Allah menjadi pembelanya? Berbagai pikiran dan harapan itu berkecamuk menyedot Ayub ke dalam pusaran kecemasan.
Bergumul dengan penderitaan baik secara fisik maupun rohani memang tidak mudah. Penderitaan ini bertambah berat kalau orang-orang terdekat tidak bersimpati dengan penderitaan kita, malahan melontarkan berbagai gosip dan fitnah yang salah. Apalagi kalau yang tidak bersimpati itu adalah keluarga sendiri. Saat Anda merasa sendiri di tengah penderitaan, lebih baik Anda mencari Allah sebagai pembela. Meskipun mungkin Anda sempat meragukan kesediaan Allah membela, ingatlah bahwa Allah tidak pernah meninggalkan Anda.
Bersyukur: Syukur kepada Allah, sebagai anak Tuhan kita memiliki Yesus yang akan membela perkara kita di hadapan Allah.
Saat tidak dapat melihat tangan-Nya bekerja, percayalah pada hati-Nya
Selamat menjalani kehidupan hari ini dengan mempercayai campur tangan-Nya. Tuhan Yesus Memberkati. Amin
Belajar Ayub 24
"Mengapa Kejahatan Terjadi ?"
Dalam 2 Petrus 3:9 BIS Tuhan tidak lambat memberikan apa yang telah dijanjikan-Nya walaupun ada yang menyangka demikian. Sebaliknya, Ia sabar terhadapmu, sebab Ia tidak mau seorang pun binasa. Ia ingin supaya semua orang bertobat dari dosa-dosanya.
Melihat kejahatan yang terjadi di sekelilingnya (ay. 2-16), ia bertanya-tanya dan mengeluh mengapa Allah diam saja melihat semua itu (ay.1,17). Kalau Tuhan memang Mahabaik, Mahaadil, Mahatahu seperti yang kita kenal selama ini, mengapa membiarkan kejahatan terjadi di muka bumi ini ?
Yang perlu kita ketahui Tuhan menciptakan manusia dengan akal Budi, pikiran dan kebebasan. Buktinya, bukankah kita bebas menentukan pilihan hidup kita sendiri ? Bukankah Ia tidak pernah mengatur kita harus bekerja di mana dan pada siapa, atau jam sekian harus makan dan jam sekian harus mandi. Manusia adalah manusia bebas, yang bahkan dapat memilih untuk melakukan kebaikan atau kejahatan (dosa).
Lantas mengapa Ia seolah membiarkan kejahatan yang dipilih oknum itu terjadi ?
Allah bukannya berpihak pada ketidakadilan, Ia hanya sedang bersikap konsisten atas apa yang sudah Ia ciptakan. Sedari awal, Ia sudah memberikan kebebasan pada manusia untuk memilih; masakan sedikit-sedikit Ia mengintervensi setiap pilihan manusia? Lagipula, Ia sama sekali tidak pro dengan ketidakadilan. Jika Ia mendukung ketidakadilan, tentunya Ia tidak akan memberikan larangan dan perintah melalui firman-Nya, bukan ?
Terhadap pelaku kejahatan, hukuman-Nya pada akhirnya akan tetap dinyatakan, hanya saja Ia sekarang masih cukup sabar menantikan pertobatan dari mereka.
Selamat beraktifitas bersama keluarga dan menikmati libur akhir pekan. Tuhan Yesus Memberkati. Amin
Belajar Ayub 25
"Manusia: Hina atau Mulia?"
Dalam Mazmur 8:5 (TB) (8-6) Namun Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah, dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat.
Dosalah yang membuat manusia kehilangan kemuliaan Allah. Dosa membuat kehidupan manusia menjadi menjijikkan dan tak berarti. Tak jauh beda dengan ulat dan belatung. Syukur kepada Allah sebab Tuhan mengingat dan mengindahkannya (Mazmur 8:5).
Tuhan menyatakan kasih karunia-Nya kepada kita. Itulah yang membuat kehidupan kita menjadi berarti. Saya balatung, anda ulat. Itu memang benar. Itu hidup lama kita. Meski kecil dan tak berharga, kita diangkat, kita dipulihkan dan dimuliakan. Siapa peduli dengan ulat ? Namun ketika ulat mengalami proses metamorfosis, maka ulat tidak lagi ulat. Ulat telah menjadi kupu-kupu yang indah. Bukankah itu hidup kita ? Di satu sisi kita memang harus mengingat apa yang dikatakan Bildad, hidup lama kita tak lebih dari ulat belatung. Namun di sisi lain kita harus tahu bahwa kini hidup kita seindah kupu-kupu, kita sudah menjadi ciptaan baru di dalam Kristus.
Selamat mempersiapkan Ibadah hari Minggu bersama keluarga. Tuhan Yesus Memberkati. Amin
Pembacaan AYUB 24 (hari ke 460)
Tafsiran
Maraknya berita kejahatan yang disuguhkan oleh media cetak dan elektronik menimbulkan pertanyaan teologis di benak kita. "Di mana Allah?" atau "Mengapa Allah tidak bertindak atas berbagai kesengsaran yang menimpa orang tidak bersalah?" atau "Mengapa Allah diam saja dan tidak menghukum pelaku kejahatan?"
Pertanyaan yang sama pun muncul ketika Ayub menyaksikan berbagai kejahatan terjadi di dunia sekitarnya (ayat 2-16). Ayub bertanya-tanya bahkan mengeluh mengapa Allah tidak berbuat apa-apa? Ayub bingung karena Allah terlihat seolah membiarkan ketidakadilan (ayat 1, 17). Lalu, keresahan Ayub ini digantikan oleh kesadaran bahwa setiap orang yang melakukan kejahatan pasti akan berhadapan dan tunduk pada hukum maut (ayat 18-20). Ayub yakin bahwa Allah pasti bertindak menurut waktu dan rencana-Nya bagi manusia (ayat 23).
Sebenarnya Allah bukan tidak peduli terhadap kesengsaraan yang manusia derita. Dia bukan Allah yang tidak menindak para pelaku kejahatan. Bukan pula Allah yang berpihak pada ketidakadilan. Sesungguhnya, Allah justru menangis melihat manusia menderita. Ia peduli dan telah bertindak melalui Yesus, anak-Nya. Hari ini kita memasuki Minggu Adven ke-4. Suatu masa di mana kita mengingat kembali kedatangan Allah dalam diri Yesus Kristus yang akan memberikan kekuatan dan penghiburan kepada setiap orang yang mengalami penderitaan.
Camkanlah: Hanya manusia yang bersekutu dengan Allah saja, yang mampu meyakini bahwa Ia tetap berpihak pada keadilan dan akan bertindak menumpas kejahatan!
Pembacaan AYUB 25 (hari ke 461)
Tafsiran
Pendeknya pidato terakhir Bildad ini mungkin karena dia sudah kehabisan kata-kata. Atau karena efektifnya pembelaan diri Ayub dan tak bercacatnya karakter dan imannya di tengah penderitaannya. Bildad kembali menekankan salah satu aspek pandangan simplistisnya, bahwa Tuhan pasti benar dan tak terjangkau oleh gugatan manusia, sedangkan manusia adalah makhluk berdosa yang tak berharga. Dalam kedua pandangan ini, lagi-lagi Bildad hendak menyodorkan pemahaman yang seolah-olah steril, jelas, dan tegas antara hitam atau putihnya. Kenyataannya, hidup tidak sesederhana itu dan Alkitab pun mengajarkan kita tentang sejumlah paradoks kehidupan.
Dalam konsep Tuhan yang tak tergugat (4a), kita menjumpai dalam sejumlah bagian Alkitab, mulai dari Musa sampai para pemazmur hingga Paulus, orang-orang yang hidup dekat dengan Tuhan bisa menggugat dan mempertanyakan kebaikan Tuhan. Dalam meratap, orang menggugat Tuhan sambil bergantung pada-Nya. Tuhan suka anak-anak-Nya jujur bergumul dengan iman yang otentik daripada berpura-pura. Jelas bahwa ajaran yang dikemukakan oleh Bildad ini tak sejalan dengan pesan umum yang disampaikan dalam Alkitab.
Begitu pula tentang ketidakberhargaan manusia. Dalam Ayub 7:17-18, Kejadian 1, Mazmur 8, dan Ibrani 2 menyodorkan pemahaman yang berbeda: manusia memang tidak ada apa-apanya di hadapan Allah, namun Allah tidak memandang remeh ciptaan-Nya. Sebaliknya, Allah menciptakan manusia dalam citra-Nya. Allah memberikan kita wibawa besar untuk berkarya di dalam kehidupan masing-masing, dan untuk melakukan perkara-perkara besar yang Ia siapkan untuk kita.
Kita tidak mungkin dapat memahami Tuhan secara sempurna. Terkadang kehidupan pun terlalu rumit untuk dipahami. Tetapi yang penting bagi kita adalah membiarkan Tuhan bekerja dan menuntun kita melalui kerumitan itu. Bagian kita adalah mengalami anugerah Tuhan dan menjadi saluran anugerah itu bagi orang-orang di sekitar kita. [AKI]
[23.50, 21/1/2024] +62 817-6567-432: Ayub 26 : 1 - 14
Jawab Ayub : Siapa dapat mengerti kebesaran Allah ?
Belajar Ayub 26
"Kebesaran Allah"
Ayub 26:14 (TB) Sesungguhnya, semuanya itu hanya ujung-ujung jalan-Nya; betapa lembutnya bisikan yang kita dengar dari pada-Nya! Siapa dapat memahami guntur kuasa-Nya?"
Sekeras apapun usaha kita untuk memahami kebesaran Allah, kita hanya akan mampu menangkap ujung-ujung jalan-Nya saja. Seperti Ayub, hanya ujung jalan-Nya saja yang bisa kita lihat ! (ay. 14). Alangkah sombongnya jika merasa sudah mengetahui segala jalannya tentang Allah.
Sungguh lucu jika melihat manusia membuat teori tentang Allah. Seolah-olah Allah itu obyek mati yang bisa diteliti, dihitung, dirumuskan, dipelajari, lalu diteorikan.
Sungguh menggelikan kalau ingat banyak orang Kristiani yang berusaha "mendikte" Allah dalam doa-doa mereka. Sungguh kelewatan jika kita berusaha melihat Allah setuju dengan pemikiran kita, bukannya kita menaklukkan pikiran kita di bawah pikiran Kristus (1 Korintus 2:16). Sungguh keterlaluan jika ada manusia yang berusaha menyaingi Allah dan menegakkan menaranya sampai ke langit. Hancurnya pembangunan menara Babel sudah jadi pelajaran yang lebih dari cukup.
Selamat berkarya kembali, tetaplah semangat dalam menjalani kehidupan hari ini. Tuhan Yesus Memberkati. Amin
Belajar Ayub 27
"Pusaka Orang Fasik"
Ayub 27:18 (TB) Ia mendirikan rumahnya seperti sarang laba-laba, seperti gubuk yang dibuat penjaga.
Benarkah orang fasik itu mujur ?
Ayub mengatakan bahwa orang fasik pun menerima "miliki pusaka" dari yang Mahakuasa (ay.13). Inilah warisan yang diterima orang fasik; kalau anak-anaknya bertambah banyak, mereka akan menjadi makanan pedang dan anak cucunya tidak akan mendapat makan (ay.14). Bandingkan dengan janji Tuhan kepada orang benar bahwa anak cucu mereka tidak akan meminta-minta roti (Mazmur 37:25). Orang fasik akan turun ke kubur dengan tidak ditangisi sebaliknya orang benar akan selalu dikenang. Orang fasik memang pintar menimbun uang, namun ujung-ujungnya Tuhan lah yang membuat orang benar yang akan memakainya (ay.17). Kehidupan orang fasik terlihat kokoh dari luar, tapi sebenarnya sangat rapuh di dalam, serapuh sarang laba-laba! (ay. 18).
Jika kita masih iri terhadap kemujuran orang fasik, jika kita masih mempertanyakan keadilan Tuhan pikirkanlah apa yang dikatakan Firman tidak melalui Ayub itu !
Jangan pernah meragukan, apalagi mempertanyakan keadilan Tuhan. Dia adalah Allah yang sempurna. Sempurna dalam segala keputusan-Nya. Tahu memperlakukan orang benar dan orang fasik. Pilihlah benar dan pertahankan kehidupan yang bersih.
Selamat berjuang dalam pergumulan hidup kita hari ini dengan percaya sepenuhnya pada Tuhan Yesus Kristus bahwa kita sanggup melewatinya. Tuhan Yesus Memberkati. Amin
Belajar Ayub 28
"Hikmat"
Ayub 28:28 (TB) tetapi kepada manusia Ia berfirman: Sesungguhnya, takut akan Tuhan, itulah hikmat, dan menjauhi kejahatan itulah akal budi."
Ada tiga bagian penting dalam pasal 28 ini.
▪︎Bagian pertama, hikmat tidak dapat digali dengan sebuah usaha manusiawi. Maksudnya, untuk menambang emas, perak, besi, atau batu permata, manusia tinggal berusaha keras untuk menggali di bawah tanah. Upaya manusiawi seperti itu pasti membuahkan hasil. Namun di mana hikmat dapat diperoleh ? Jalan ke sana tidak diketahui oleh manusia ! (ay 12-13).
▪︎Bagian kedua, hikmat tidak dapat dibeli, bahkan kalaupun dibeli dengan batu permata yang paling mahal sekalipun (ay. 15-19). Mengapa ? Hikmat jelas lebih berharga dan tidak dapat dinilai dengan hal-hal yang bersifat materi. Jika kita merasa menjadi lebih kaya lebih penting daripada menjadi berhikmat, pikirkan ini !!
▪︎Bagian ketiga, hikmat hanya bisa didapatkan pada saat kita takut akan Tuhan (ay. 28). Jika benar kitab Ayub ditulis pada zaman Salomo, kemungkinan besar Salomo terinspirasi dari hal ini sehingga ia pun berkata, "Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan. "(Amsal 1:7). Intinya sangat jelas, tidak ada yang berharga dibandingkan dengan hidup takut akan Tuhan. Dari situlah segala hikmat akan terpancar.
Dengan hikmat kita bisa mengatur, memutuskan, dan melakukan segala sesuatu dengan bijak, seperti kehendak Tuhan. Akhirnya, hikmat Tuhan lah yang membawa hidup kita benar dan menjauhi kejahatan.
Selamat menjalankan tugas dan tanggung jawab kita hari ini, tetaplah semangat dan jangan lupakan kebaikan-Nya. Tuhan Yesus Memberkati. Amin
Belajar Ayub 29
"Saat Masa Kejayaan Lewat"
Ayub 29:25 (TB) Aku menentukan jalan mereka dan duduk sebagai pemimpin; aku bersemayam seperti raja di tengah-tengah rakyat, seperti seorang yang menghibur mereka yang berkabung."
Di pasal 29 ini seolah-olah Ayub membuka kembali buku hariannya mengingat masa-masa jayanya. Gunung batu mengalirkan sungai minyak, kekayaan yang luar biasa. Apabila Ayub terlihat, sontak orang-orang muda mundur dan orang-orang berdiri untuk menghormati. Para pembesar berhenti berbicara, para pemuka membisu. Ayub juga menjadi pahlawan bagi orang yang tertindas, menjadi mata bagi orang buta, dan menjadi kaki bagi orang lumpuh. Dengan bangga Ayub berkata bahwa dialah yang menentukan jalan hidup mereka dan bersemayam seperti raja (ay. 25). Tak heran kalau menyebut Ayub berarti membicarakan orang paling berbahagia di muka bumi ini (ay. 11). Namun itu dulu. Sekarang masa kejayaannya sudah lewat.
Ini mengajarkan kepada kita tidak ada yang abadi di dunia ini. Jangan pernah kita bermegah karena hal-hal yang bisa diberikan dunia kepada kita, sebab ada waktunya kita menjadi kecewa. Perubahan bisa saja terjadi. Apa yang dulu kita banggakan bisa saja kini tinggal catatan harian saja.
Bahagialah bukan apa yang diberikan dunia, tapi bahagialah apa yang diberikan Tuhan kepada kita. Yang ini sifatnya kekal. Tidak bisa diambil dari kita. Yang ini bukan kebahagiaan semu, ini kebahagiaan sejati.
Selamat menjalani kehidupan hari ini. Tetaplah semangat dan terus melekat erat pada pokok anggur yaitu Yesus Kristus.
Tuhan Yesus Memberkati. Amin
Belajar Ayub 30
"Tuhan Kejam ?"
Ayub 30:24 (TB) Sesungguhnya, masakan orang tidak akan mengulurkan tangannya kepada yang rebah, jikalau ia dalam kecelakaannya tidak ada penolongnya?
Sampai pasal 30 ini, Ayub masih saja sakit hati, kecewa dan marah kepada Tuhan yang membiarkan keadaannya dalam kondisi terpuruk. Di ayat 24, Ayub seolah-olah menunjukkan bahwa Allah tidak manusiawi. Inilah persepsi Ayub tentang Tuhan. "Tetapi, ketika aku mengharapkan yang baik, maka kejahatanlah yang datang; ketika aku menantikan terang, maka kegelapanlah yang datang."(ay. 26) Ayub menyalahkan Tuhan atas semua yang terjadi padanya.
Sejauh ini, Ayub rupanya belum menyadari apa yang sedang Tuhan kerjakan dalam kehidupannya. Ayub bahkan tidak menyadari bahwa Sang Maestro sedang menciptakan maha karya sempurna dalam hidupnya. Yang dilihat Ayub hanyalah penderitaan, kemalangan, kesusahan, ketidakadilan, dan hidup yang pahit. Ayub membingkai dengan cara yang keliru.
Akibatnya, Ayub juga melihat Tuhan dalam perspektif yang keliru yaitu sengsara yang ia alami: Allah yang semena-mena, yang bertindak semau-maunya, yang lupa bagaimana bertindak secara adil kepada manusia yang lemah ! Firman Tuhan ini menjadi pelajaran penting bagi kita.
Seberat apapun penderitaan yang kita alami, jangan sampai hal itu membutakan mata rohani kita sehingga kita gagal melihat rencana dan karya Tuhan yang indah. Dalam penderitaan semuanya boleh hilang, kecuali kepercayaan kita kepada Tuhan.
Terus kita dimampukan dalam menjalani pergumulan hidup dengan tetap datang kepada Tuhan dan mempercayakan pergumulan hidup kita kepada-Nya.
Tetaplah semangat dalam menjalani kehidupan hari ini. Tuhan Yesus Menyertai kita. Amin
Pembacaan AYUB 26 (hari ke 462)
Tafsiran
Pada pasal ini kita berjumpa dengan permainan kata dalam puisi Ayub yang secara keras dan tajam merespons pernyataan Bildad.
Pasal ini dibagi dua bagian di mana Ayub mengungkapkan pandangannya tentang Allah. Bagian pertama Ayub mengecam pemikiran Bildad yang tidak memiliki pemahaman yang benar tentang ke-Mahabesaran Allah. Ayub mempertanyakan asal-usul pemikiran Bildad tersebut (ayat 1-4). Pada bagian kedua, tampak bahwa melalui perenungannya tentang kuasa Allah atas semua ciptaan, Ayub mencoba menjernihkan pemikiran Bildad tentang bagaimana Allah sebenarnya (ayat 5-14).
Pemikiran Ayub tentang Allah terwujud dari hubungan persekutuan Ayub yang erat dengan Allah. Tanpa hal itu, manusia bisa terjebak pada pengungkapan yang keliru tentang Allah. Biasanya manusia berusaha mempelajari Allah melalui ilmu-ilmu kebatinan, pengalaman hidup, bahkan pemahaman teologis. Akibatnya, kita dapat memberikan penjelasan yang sarat teori berdasarkan `teologi yang hambar' dan pengalaman hidup semata kepada teman kita yang sedang menderita. Sebaliknya, Ayub mendasarkan pemahamannya tentang Allah melalui penderitaannya. Buktinya Ayub mampu mengungkapkan suatu pernyataan yang mencengangkan (ayat 14b).
Pertanyaan buat kita: "Mengapa Ayub dapat melakukan hal itu?" Jawabnya hanya satu yaitu dengan hati nurani yang bersih Ayub mempertahankan ketulusan hatinya di hadapan Allah. Ayub terus belajar untuk mendengar panggilan Allah sebagai petunjuk untuk membina persekutuan dengan-Nya. Rindukah Anda memiliki pandangan yang benar tentang Allah? Dia tidak bisa dicari dengan ilmu pengetahuan mutakhir ataupun ilmu teologi yang `tinggi' saja. Sebaliknya, kita justru dapat mengerti bagaimana Allah sebenarnya melalui pergumulan hidup, seperti Ayub yang mampu `mendengar' suara Allah dalam penderitaan.
Renungkan: Allah rindu memiliki hubungan persekutuan yang erat dengan kita. Apakah disiplin rohani yang Anda jalankan merupakan pantulan respons Anda terhadap kerinduan Allah tersebut?
Belajar Ayub 31
"Merasa Diri Benar"
Ayub 31:6 (TB) biarlah aku ditimbang di atas neraca yang teliti, maka Allah akan mengetahui, bahwa aku tidak bersalah.
Dari pasal-pasal sebelumnya kita sudah belajar tentang kebesaran Allah yang tidak bisa diselami oleh pikiran manusia. Apa yang benar menurut ukuran manusia, belum tentu benar dalam penilaian Allah.
Memang kesalahan Ayub tampaknya sempurna. Namun cara Ayub membela dirinya dengan mengungkapkan kesalehan-kesalehannya di pasal 31 justru menunjukkan dua hal yang sangat fatal.
▪︎Pertama, Ayub sombong ! Ayub merasa tidak bersalah. Ayub mengungkit-ungkit lagi semua daftar kesalehannya. Ayub seolah-olah mencatat semua daftar kesalehannya sebagai alasan yang kuat bahwa ia telah diperlakukan tidak adil oleh Tuhan atas penderitaan yang terjadi padanya.
▪︎Kedua, Ayub menentang Tuhan. Tidak hanya di pasal 31 ini saja, tapi di pasal yang lain Ayub berulang kali mempertanyakan keadilan Tuhan. Di ayat 6, Ayub bahkan menantang Tuhan agar Tuhan menimbang di atas neraca yang teliti, supaya Allah mengetahui bahwa dia tidak bersalah. Bukankah secara tidak langsung, Ayub membenarkan dirinya dan mempermasalahkan ketidakadilan Tuhan ? Siapakah manusia sehingga berani menantang Penciptanya? Semoga tidak ada di antara kita yang meniru Ayub. Di masa yang paling sulit sekalipun, tetaplah percaya bahwa Tuhan adil dalam jalan-jalan -Nya dan penuh kasih karunia kepada kita.
Selamat belerja & berkarya. Tuhan Yesus Memberkati. Amin
Belajar Ayub 32
"Muda, Tapi Bijak"
Ayub 32:9 (TB) Bukan orang yang lanjut umurnya yang mempunyai hikmat, bukan orang yang sudah tua yang mengerti keadilan.
Kitab Ayub ini cukup panjang. Menariknya, hanya ada beberapa nama yang muncul di kitab ini. Ayub, ketiga sahabatnya (Elifas, Bildad, Zofar) dan Elihu. Di antara yang lain Elihu yang paling muda. Meski paling muda, justru terlihat bahwa Elihu lah yang paling bijaksana dalam menanggapi pergulatan hidup yang dialami oleh Ayub. Inilah kualitas seorang Elihu yang perlu kita teladani, khususnya dalam hal komunikasi.
▪︎Pertama, Elihu mendengarkan dengan sungguh-sungguh seluruh pembicaraan (perdebatan) antara Ayub dan ketiga temannya tanpa menyela (ay. 4).
▪︎Kedua, Elihu menghargai orang-orang yang lebih tua (ay.4)
▪︎Ketiga, Elihu tidak mau terjebak pada debat kusir yang tidak ada ujung pakalnya (ay.7)
▪︎Keempat, Elihu berani mengatakan yang benar (ay. 2).
Memang Elihu yang paling muda, tapi bukan berarti ia tidak berani menyuarakan kebenaran kepada yang lebih tua (ay. 9). Elihu, bukan asal bicara, tapi juga punya alasan-alasan penting mengapa Ayub tidak boleh menganggap dirinya lebih benar dari Allah (pasal 33). Pelajaran yang kita dapatkan : tidak selalu diam itu berarti emas, terkadang kebenaran harus disampaikan. Beranilah mengatakan hal yang benar.
Selamat menikmati libur akhir pekan & selamat mempersiapkan Ibadah hari Minggu bersama keluarga. Tuhan Yesus Memberkati. Amin
Belajar Ayub 33
"Dosa dan Penderitaan"
Ayub 33:19 (TB) Dengan penderitaan ia ditegur di tempat tidurnya, dan berkobar terus-menerus bentrokan dalam tulang-tulangnya;
Kebayangkan orang mengaitkan penderitaan dengan dosa. Semakin besar dosanya, semakin besar penderitaannya. Semakin saleh seseorang semakin terhindarlah dari penderitaan. Ketiga teman Ayub punya pandangan seperti itu. Ayub juga terjebak dengan pandangan yang sama, yaitu mengaitkan antara dosa dan penderitaan.
Ayub memang tidak melakukan dosa yang serius. Angka kesalehannya bahkan cum laude. Namun dari pasal 30 dan pasal 31 menunjukkan bahwa Ayub punya problem yang ia tak sadari, merasa diri benar dan sombong. Barangkali Tuhan mengizinkan penderitaan kepada Ayub justru untuk menyadarkan akan kefanaan dirinya dan bergantung secara penuh akan Allah, supaya manusia bertobat dan mengalami pemulihan.
Ayat 26-30 jelas menunjukkan bahwa Tuhan tidak seperti yang dipersepsikan Ayub; kejam, semena-mena, tidak adil, dan suka mempermainkan manusia. Sebaliknya Tuhan itu penuh kasih, membebaskan manusia dari liang kubur supaya bisa melihat terang, dan Tuhan melakukan ini berkali-kali demi manusia !
Pemikiran Elihu menolong kita melihat Tuhan dengan prespektif yang benar, bahwa Allah memakai jalan penderitaan untuk membentuk sikap hati kita agar menjadi berkenan kepada-Nya.
Dosa memang bisa menyebabkan penderitaan, tapi tidak semua penderitaan disebabkan karena dosa.
Selamat ibadah hari Minggu ke gereja dan menjalankan kehidupan ini dengan terus mengandalkan Tuhan dalam setiap langkah kita. Tetaplah semangat, Tuhan Yesus Memberkati. Amin
Pembacaan AYUB 27 ( hari ke 463)
Tafsiran
Tidak sedikit para tokoh iman kristiani, seperti: Paulus, Petrus, Yohanes, Stevanus, Galileo Galilei, Marthin Luther King, dll. yang divonis hukuman mati atau dibunuh akibat kesalahan yang tidak dilakukannya.
Pada nas ini, Ayub memperjuangkan kebenarannya yaitu menyatakan dirinya tak bersalah (ayat 5). Meskipun, para sahabatnya telah bersepakat menyatakan penderitaan Ayub adalah karena ia telah berdosa. Untuk memperjuangkan kebenarannya itu, Ayub membuat suatu pernyataan yang mencengangkan. Ia mengajukan permohonan naik banding kepada Allah. Pernyataan Ayub di ayat 2 tentang Allah yang hidup, "yang tidak memberi keadilan kepadaku, yang memedihkan hatiku", bukanlah merupakan pernyataan menantang Allah. Sebaliknya ia menyerukan pernyataan keprihatinannya yang mempertanyakan kebijaksanaan Allah, berkaitan dengan penderitaan yang menimpa dirinya.
Melalui ucapan ini sebenarnya Ayub ingin mengungkapkan dua hal: Pertama, Ayub merasakan kenyataan bahwa hidup telah berlaku tidak adil terhadapnya. Hal ini diukur Ayub dari kehidupan orang fasik yang akan memperoleh nasib sial karena telah ditetapkan Allah (ayat 13-19). Akan tetapi, Ayub bukanlah orang fasik. Namun, mengapa hidupnya diperlakukan Allah sama seperti hidup orang fasik? Kedua, Ayub menyatakan bahwa ia benar di hadapan Allah. Dan sekalipun Ayub harus menanggung penderitaan, Ayub tetap mengikrarkan keteguhan imannya, Ayub bertekad akan tetap hidup dalam kebenaran Allah seraya menjaga kemurnian hatinya (ayat 6).
Setiap orang berhak untuk memperjuangkan kebenaran bagi dirinya sendiri. Akan tetapi, sebelum Anda melakukan hal itu, instrospeksi diri dulu bahwa Anda tidak melakukan kesalahan yang dituduhkan. Jauh lebih baik, jika bukan kebenaran diri saja yang diperjuangkan. Melainkan hendaknya kita juga berani menyatakan kebenaran firman Allah yang dituangkan dalam perbuatan, perkataan, dan pemikiran kita.
Ingatlah: Jangan gentar untuk memperjuangkan kebenaran, apalagi yang bersumber dari firman Allah karena Ia di pihak kita.
Pembacaan AYUB 28 (hari ke 464)
Ayub 28:20, 28 (TB) Hikmat itu, dari manakah datangnya, atau akal budi, di manakah tempatnya?
tetapi kepada manusia Ia berfirman: Sesungguhnya, takut akan Tuhan, itulah hikmat, dan menjauhi kejahatan itulah akal budi."
Pembacaan AYUB 29 (hari ke 465)
Tafsiran
Apa pentingnya mengingat masa lalu? Adakah sesuatu yang bisa dipelajari dari sejarah? Bergantung bagaimana kita menyikapinya, sejarah bisa menjadi cambuk positif yang memacu sikap kita sekarang untuk mengantisipasi masa depan. Atau sebaliknya, kita bisa menjadi frustasi karena tidak mampu keluar dari jebakan masa lalu.
Ketika Ayub mengingat-ingat masa lalunya, ia menyadari beberapa hal. Pertama, Tuhan mengasihinya. Tuhan memelihara dan menuntun Ayub dalam situasi baik (ayat 5-6) dan keadaan buruk (ayat 3). Oleh karena itu, kedua, Ayub bertumbuh menjadi seseorang yang mengasihi Allah dan mengasihi sesama. Hidupnya diabdikan untuk menolong orang-orang yang kesusahan (ayat 12), menghibur mereka yang menderita (ayat 13). Tindakannya senantiasa adil, bagi orang tertindas ia adalah pembela (ayat 14-16) dan untuk orang lalim Ayub seorang hakim yang tegas (ayat 17). Ketiga, dengan kualitas hidup yang seperti itu, Ayub dihormati oleh banyak orang. Orang muda hormat kepadanya (ayat 7-8) dan para pejabat serta petinggi pemerintahan segan terhadapnya (ayat 9-10). Kehadirannya yang menebarkan pengharapan, kesejukan, dan sukacita selalu ditunggu orang lain (ayat 21-23). Namun, hal keempat yang juga disadari Ayub adalah ia tidak boleh terninabobo oleh masa lalu. Kenyataan itu sudah lewat (ayat 18-20). Ia tidak lagi menjadi penuntun hidup bagi sesama, pemberi sukacita bagi orang berduka, dan pendorong semangat bagi mereka yang putus asa (ayat 24-25).
Sebagai anak Tuhan yang sudah ditebus, kita menengok ke belakang pada kayu salib Kristus agar iman kita diteguhkan untuk menghadapi masa kini. Kita harus mengarahkan pengharapan kita ke depan, kepada janji Allah yang akan digenapi-Nya pada waktu-Nya. Jalani hidup ini dalam kasih, sehingga hidup ini berarti bagi diri sendiri, menjadi berkat bagi sesama, dan berkenan bagi Dia.
Pembacaan AYUB 30 (hari ke 466)
Tafsiran
Bagaimana seseorang memandang penderitaannya? Seringkali ia membandingkannya dengan penderitaan orang lain. Melihat orang yang lebih menderita daripada kita akan memampukan kita menaikkan syukur karena keadaan kita masih lebih baik daripada orang tersebut.
Penderitaan yang dirasakan Ayub sama dengan penderitaan orang-orang yang terbuang. Penderitaan orang-orang yang terbuang adalah penolakan, dianggap tidak berharga, tersisihkan, dan disebut orang-orang bebal oleh masyarakat (ayat 2-8). Akan tetapi, penderitaan Ayub melebihi penderitaan itu, sebab yang membuat Ayub merasa penderitaannya itu tidak tertahankan adalah sikap Tuhan yang merendahkan dia (ayat 11a) dan tidak memedulikan doanya mohon pertolongan (ayat 20-23). Apalagi, orang-orang terbuang itu ikut-ikutan berupaya menghancurkan dia (ayat 9-15). Bahkan orang-orang yang pernah ditolongnya dan pernah merasakan kasihnya, kini tidak peduli akan penderitaannya (ayat 24-27). Umat Tuhan sebagai saudara-saudara seiman juga bungkam terhadap keluhannya (ayat 28). Menderita fisik seperti Ayub merupakan penderitaan yang tidak terperi, apalagi ditambah mengalami penolakkan Tuhan dan penghinaan orang lain. Adakah lagi yang kurang dari penderitaan Ayub? Lengkaplah sudah penderitaan fisik dan psikis Ayub (ayat 16- 19).
Ketika penderitaan menyapa kita sehingga kita merasa seperti Ayub yang ditinggalkan sendirian, berpalinglah kepada Tuhan Yesus. Ia telah mengalami penderitaan yang jauh lebih dahsyat daripada pengalaman derita kita, Ayub, dan seluruh umat manusia. Dia tahu bagaimana dibenci para musuh yang mengupayakan kematian-Nya. Ia menyelami sungguh ditolak oleh orang-orang yang dikasihi-Nya. Ia juga mengalami penolakan Allah Bapa, saat Ia menanggung dosa seisi dunia. Bersama Tuhan, kita disanggupkan menanggung penderitaan kita dan tetap beriman teguh.
Pembacaan AYUB 31 (hari ke 467)
Tafsiran
Solilokui atau ungkapan perasaan terdalam Ayub melalui perkataan ini (ps. 29-31) ditutup dengan pengakuan bahwa dirinya tidak bersalah (ps. 31). Kembali Ayub menggunakan gaya bahasa seakan dirinya diadili, dan kini ia berkesempatan untuk membela dirinya dalam cara lain. Dalam nas ini hati nurani Ayub tampil ke depan, dan memberikan pertanggungjawaban tentang kehidupannya di hadapan prinsip-prinsip moralitas yang benar. Pertanggungjawaban ini sekaligus juga menjadi pertanyaan kepada Allah (ayat 35), yang telah "mengamat-amati … dan menghitung ..." (ayat 4), dan ketetapan-ketetapan-Nya.
Pertanggungjawaban itu diberikan Ayub dalam bentuk rangkaian perkataan, 'jika saya melakukan dosa A maka biarlah B terjadi pada saya.' Para penafsir nas ini menghitung ada empat belas (dua kali tujuh) bentuk dosa yang Ayub nyatakan tidak pernah ia lakukan (dengan kutukan jika dirinya ternyata melakukan dosa tersebut). Angka tujuh dalam PL bermakna kegenapan. Dua kali tujuh menunjukkan kesungguhan Ayub membela perkaranya di hadapan Allah.
Hampir semua dosa yang diucapkan Ayub berkaitan dengan etika kehidupan, kecuali satu, mengenai ibadah (menyembah berhala, ayat 26-27). Hal ini menunjukkan Ayub layak menerima pujian dari Allah sebagai orang yang "demikian saleh dan jujur, yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan" (ayat 1:8). Yang perlu diperhatikan di sini adalah keteguhan Ayub untuk tetap mempertahankan integritas moralnya, walaupun prinsip pada ayat 2-3, terbukti dalam kehidupan Ayub terjadi sebaliknya. Namun Ayub tetap menjaga integritasnya, bukan karena takut dihukum, atau demi berkat Allah. Ayub telah terpuruk, tetapi ia tetap menjaga kehidupannya. Kini, dari Allah pula Ayub menanti jawaban atas semua pergumulan, kebingungan, dan jeritan hatinya.
Renungkan: Apa alasan Anda menjaga moralitas kehidupan Anda? Seharusnya bukan supaya masuk surga, atau demi berkat Tuhan dalam hidup. Tetapi semata karena kerinduan untuk tetap ada dalam hubungan dengan Allah yang benar, betapapun sulit dan membingungkan hidup yang harus dijalani.
Pembacaan AYUB 32 (hari ke 468)
Tafsiran
Dalam dunia, ada beberapa orang yang dihormati karena dianggap berhikmat. Orang yang berpendidikan tinggi, orang yang berkuasa, dan orang yang berpengalaman (orang tua). Padahal ketiga kelompok orang itu belum tentu lebih bijak daripada orang yang tidak bersekolah, kaum sahaya, dan anak-anak muda. Hikmat bukan ditentukan oleh status.
Elihu selama ini bungkam karena ia menghormati kaum yang lebih tua, yaitu Ayub dan ketiga temannya. Namun, Elihu melihat mereka yang seharusnya menjadi sumber hikmat dan selama itu dipandang berhikmat oleh masyarakat tidak mampu menawarkan solusi bagi masalah Ayub. Mereka hanya mempersalahkan Ayub tanpa mampu membuktikan kesalahannya (ayat 12). Bahkan mereka berdalih bahwa hanya Allah yang dapat mengalahkan Ayub (ayat 13) padahal merekalah yang gagal (ayat 15). Bagi Elihu, itu adalah tanda bahwa tidak selalu pengalaman hidup dan usia lanjut menjadi dasar seseorang berhikmat (ayat 6-7, 9). Sumber hikmat ada pada Allah yang dalam anugerah-Nya memberikannya kepada orang yang dipilih-Nya (ayat 8). Itu sebabnya, Elihu memberanikan diri berkata-kata karena ia merasa dirinyalah yang memiliki hikmat. Elihu tidak dapat sabar lagi terhadap proses perdebatan tanpa solusi yang terjadi antara ketiga teman Ayub dan Ayub (ayat 16, 17-20). Hikmat sejati tidak berpihak pada pandangan manusia melainkan pada kebenaran (ayat 21-22).
Apakah Elihu memiliki hikmat ilahi untuk menjawab permasalahan Ayub? Masih harus dilihat dan dibuktikan melalui ucapan-ucapannya di pasal-pasal berikut meski kata-kata hikmat telah terungkap dari bibirnya. Allahlah sumber hikmat dan Ia yang memberikannya kepada manusia. Sebagai anak Tuhan, kita dipanggil untuk menjadi alat Allah guna menjawab berbagai persoalan hidup. Kita perlu firman-Nya sebagai sumber hikmat utama.
Camkan: Pendidikan dan usia bukan faktor terpenting, tetapi penopang sebab hikmat datang dari hubungan akrab seseorang dengan Tuhan!
Hari ke 469 Pembacaan AYUB 33
Tafsiran
Elihu bukan hanya penuh dengan kata-kata (ayat 32:18-19), tetapi juga memiliki rasa percaya diri yang luar biasa besarnya. Di tengah ucapannya yang mengakui keterciptaannya (ayat 4-6), Elihu bermain menjadi Allah. Walau benar bahwa Ayub mengeluh kepada Tuhan, namun kutipan Elihu dalam ayat 9 merupakan penyelewengan fakta. Ayub tidak pernah menyatakan dia bersih secara moral, tanpa dosa dan pelanggaran, meski ia pernah berkata bahwa doanya bersih (ayat 16:17). Elihu telah menuduh sama seperti Zofar menuduh (ayat 11:4). Penyelidikan Elihu telah dimulai dengan kesimpulan yang salah!
Sebelumnya, Elihu menjawab dulu tuduhan Ayub tentang sikap diam Allah (ayat 12-13, bdk. 30:20). Menurut Elihu, Allah menjawab dengan cara misterius (ayat 14-15), dan Ayub gagal menangkap suara Allah. Kemudian, dalam ayat 16-30, Elihu berusaha keras menghibur Ayub dengan meyakinkan bahwa Allah selalu bermaksud baik kepada manusia dengan berbagai cara. Pertama, Ia menggunakan mimpi untuk memperingatkan manusia agar terhindar dari kematian dini akibat dosanya (ayat 16-18). Kedua, bila manusia tersebut tidak mengerti mimpi dari Allah, maka Ia akan menghukum dengan penyakit dan penderitaan (ayat 19-22). Namun, Allah tidak membiarkan mereka binasa (ayat 23-25). Malaikat penengah akan menyelamatkannya, sebagaimana dirindukan Ayub (ayat 19:25). Hanya, orang itu harus hidup benar agar diperhitungkan oleh malaikat tersebut (ayat 23). Pemulihan orang berdosa akan diikuti oleh pengakuan dosa secara publik dan pujian kepada Allah yang kembali berkenan menerima dia (ayat 26-28) dengan menyatakan wajah-Nya. Ia akan melihat terang kehidupan. Ini memang benar, namun sesungguhnya Elihu tidak memahami situasi yang dialami Ayub.
Sebagai penutup, perkataan Elihu janggal (ayat 31-33). Ia ingin membuktikan kebenaran Ayub (ayat 32b) walau tadinya ia sudah menyatakan kesalahan Ayub. Ia juga merasa mampu mengajarkan kebenaran Allah. Inilah kesombongan seorang anak muda.
Renungkan: Batas antara rendah hati dan kesombongan amat tipis terutama pada orang yang merasa mengetahui kebenaran (Ams. 26:5).
Belajar Ayub 34
"Tujuan Penderitaan"
Ayub 34:5 (TB) Karena Ayub berkata: Aku benar, tetapi Allah mengambil hakku;
Benarkah Ayub orang benar dan saleh ? Persis seperti menguji kekuatan sebuah bangunan; saat badai datang itulah ujian yang sebenarnya. Untuk mengetahui apakah Ayub benar-benar saleh, kita harus melihatnya saat Ayub diuji oleh penderitaan. Semula Ayub berkata, "TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!" (Ayub 1:21), namun kini Ayub berkata, "Aku benar, tetapi Allah mengambil hakku," (ay.5). Dulu Ayub bertekun dengan kesalehannya, kini Ayub memilih bergaul dengan orang-orang fasik karena ia merasa tidak ada gunanya kalau dikenan Allah (ay. 9).
Ada kalanya Tuhan mengizinkan goncangan untuk menunjukkan kepada kita, dengan pondasi seperti apa kita membangun iman kita.
Goncangan hanyalah cara untuk melihat mana yang tergoncangkan dan mana yang tinggal tetap dari apa yang tergoncangkan. Seperti halnya yang dialami Ayub, sebelum goncangan itu datang, terlihat semuanya baik-baik saja. Namun pada saat goncangan itu datang, terlihat Ayub yang asli tanpa bisa ditutup-tutupi lagi.
Kita mulai bisa melihat benang merah di balik penderitaan yang terjadi pada Ayub. Goncangan itu bukan untuk menghancurkan Ayub. Goncangan itu justru memurnikan Ayub, memurnikan iman dan kesalehannya.
Demikian juga dengan kita. Janganlah salah paham dengan goncangan yang Tuhan izinkan terjadi dalam hidup kita. Itu hanyalah tindakan pemurnian iman. Itu hanya penyingkapan dari pondasi apa kita meletakkan hidup kita. Apapun yang terjadi, ingatlah bahwa Tuhan itu penuh kasih dan tidak ada kecurangan daripada-Nya (ay. 12).
Selamat hari Senin & beraktifitas kembali dalam perjalanan hidup kita saat ini. Tetaplah semangat dan ingatlah bahwa Allah tetap mengasihi kita dalam setiap pergumulan hidup yang kita hadapi. Tuhan Yesus Memberkati. Amin
Belajar Ayub 35
"Doa Yang Didengar"
Ayub 35:12 (TB) Ketika itu orang menjerit, tetapi Ia tidak menjawab, oleh karena kecongkakan orang-orang jahat.
Apakah setiap doa kita pasti didengar Tuhan ? Di ayat 12 dikatakan bahwa doa yang disampaikan dengan menjerit sekalipun, tidak serta merta mencari perhatian Tuhan. Mengapa demikian ? Mengapa ada doa yang tidak terjawab ?
Ada tiga hal yang menjadi penghalang doa :
▪︎Pertama, karena doa tersebut didasari atas kecongkakan (ay.12). Tuhan lebih tertarik dengan hati kita, dari pada isi doa kita. Tidak peduli kita bisa merangkai doa seindah apapun, jika itu didasari dengan sikap hati yang salah, maka doa kita menjadi sia-sia.
▪︎Kedua, karena doa kita kosong (ay. 13). Doa sekedar rutinitas, doa sekedar ritual bahkan doa tanpa didasari kesungguhan hati.
▪︎Ketiga, karena doa tersebut tidak didasari dengan iman (ay.14). Di dalam doa, kita harus punya sikap seolah-olah kita sudah menerima apa yang kita doakan (Markus 11:24). Jika kita ragu-ragu apakah Tuhan akan mendengarkan doa kita, apakah Tuhan melihat kita, apakah Tuhan mengerti kita, justru ketiadaan iman seperti itu yang membuat doa kita tidak punya kuasa. Bukankah tanpa iman kita tidak akan berkenan di hadapan Tuhan? Demikian juga dengan doa yang dilakukan tanpa iman !!
Selamat menjalankan tugas dan tanggung jawab kita di hari ini. Tetaplah semangat dan terus berkarya. Tuhan Yesus Memberkati. Amin
Belajar Ayub 36
"Penderitaan : Alat Terbaik"
Ayub 36:15 (TB) Dengan sengsara Ia menyelamatkan orang sengsara, dengan penindasan Ia membuka telinga mereka.
Kesulitan, tekanan, pergumulan, penderitaan adalah alat terbaik untuk membentuk karakter kita.
Tanpa penderitaan, bisa saja kita tidak menjadi seperti kita sekarang ini. Tanpa penderitaan, bisa saja kita jadi sombong, lupa akan Tuhan, dan hidup dalam dosa.
Penderitaan justru menyelamatkan kita ! Seperti yang dikatakan Elihu dalam Ayub 36:15, "Dengan sengsara Ia menyelamatkan orang sengsara, dengan penindasan Ia membuka telinga mereka."
Secara manusia kita sulit untuk menerima pemahaman ini. Namun itulah yang terjadi pada Ayub. Tuhan mengizinkan penderitaan penderitaan menghampiri Ayub, justru untuk menyelamatkan Ayub.
Sungguh tidak menyenangkan jika Tuhan membentuk kita dengan penderitaan. Namun jika kita merespon hal ini dengan sikap hati yang benar, maka sesungguhnya Tuhan tidak akan mengalihkan pandangan mata-Nya dari kita. Bahkan setelah proses selesai maka Tuhan akan menempatkan kita di samping raja-raja (ay. 7). Artinya, kita akan diangkat, dipromosikan, dan diberkati secara berlimpah-limpah.
Apakah kita hari ini mengalami masa sengsara ? Jangan sampai kita memiliki respon yang negatif, yaitu dengan memberontak kepada Tuhan. Pilihlah untuk menyerah ditangan Tuhan dan izinkan Tangan Tuhan sebagai Perajin membentuk kita menjadi bejana yang indah. Bejana yang nantinya akan menjadi kebanggaan.
Penderitaan adalah alat terbaik untuk membentuk karakter kita.
Selamat melakoni perjalanan hidup kita bersama Tuhan Yesus. Tetaplah semangat dan jangan lupa untuk selalu bersyukur. Tuhan Yesus Memberkati. Amin
Belajar Ayub 37
"Menantang Tuhan ?"
Ayub 37:5 (TB) Allah mengguntur dengan suara-Nya yang mengagumkan; Ia melakukan perbuatan-perbuatan besar yang tidak tercapai oleh pengetahuan kita;
Siapa manusia yang berani melawan Tuhan ? Ayub sudah terlebih dulu melakukannya (Ayub 39:35). Mungkin karena Ayub merasa dirinya dipermainkan oleh Tuhan dengan berbagai-bagai penderitaan yang datang kepadanya. Ayub 37 menyatakan tentang kebesaran Allah dalam alam semesta. Kemuliaan Allah dalam pekerjaan tangan-Nya sungguh menggetarkan hati. Dibandingkan dengan guntur yang bergemuruh, kilat yang menyambar-nyambar, taufan samudra raya, dan kedasyatan alam yang diciptakan Tuhan manusia sungguh tidak ada apa-apanya. Manusia bak setitik debu di antara hamparan pasir di tepi pantai. Bagaimana mungkin manusia berani menantang Allah karena merasa diperlakukan tidak adil ? Ayub sungguh kelewatan !
Demikian juga halnya jika kita protes, kecewa, dan marah kepada Tuhan untuk sebuah peristiwa yang Tuhan izinkan terjadi pada kita. Siapkah kita sehingga kita berani melawan Allah dan kedaulatan-Nya ? Lagipula, Allah sebenarnya tidak pernah sewenang-wenang kepada kita. Dia Allah yang setia dan rahmani. Kalaupun hal-hal buruk menimpa kita, itu sebenarnya rangkaian dari kebaikan Allah bagi kita. Kita saja yang belum bisa menyelami maksud dan rencana Allah itu (ay.5).
Ayub pernah menjadi sedemikian marah kepada Tuhan, namun akhirnya dia harus mengakuinya bahwa jalan Tuhan itu sungguh benar dan adil.
Selamat beraktifitas dan tetap semangat. Jalani hidup kita hari ini dengan menyerahkan kepada Allah kita yang hidup. Tuhan Yesus Memberkati. Amin
Pembacaan AYUB 34 (hari ke 470)
Tafsiran
Kebenaran sejati memerdekakan (Yoh. 8:32). Ajaran Tuhan Yesus itu bukan hanya berkaitan dengan keselamatan jiwa melainkan juga dengan kemerdekaan dari kepicikan dan kesempitan cara berpikir. Banyak orang Kristen mengira telah memiliki kebenaran sejati, ternyata mereka hanya mewarisi tradisi kebenaran separuh yang seringkali menindas kebenaran sejati.
Kebenaran yang separuh sama dengan kesesatan! Hal itu nyata dari sikap Elihu terhadap Ayub. Tudingan Elihu semakin menjadi-jadi. Ia melabelkan Ayub sebagai pejabat yang membenci keadilan, raja yang dursila, dan bangsawan fasik yang menuduh orang lain tanpa bukti-bukti nyata (ayat 17-18). Perbuatan Ayub tidak beda dengan kelakuan ketiga teman Ayub sebelumnya. Dengan demikian, Elihu menyatakan Ayub adalah musuh Allah (ayat 19) yang pantas dibinasakan (ayat 20) tanpa perlu diadili lagi (ayat 23-24). Sikap menghakimi Elihu ini adalah akibat kepicikannya yang merasa hanya dirinya sendiri paling benar, sehingga ia tidak merasa perlu lagi mencari hikmat Tuhan. Tuduhan Elihu bahwa Ayub sombong sebenarnya lebih tepat ditujukan kepada Elihu sendiri (ayat 31-33). Sebab dengan berani dan gegabah ia meyakinkan dirinya sendiri bahwa semua orang bijak akan berpihak padanya dan setuju dengan kesimpulannya akan keberdosaan Ayub (ayat 34-37).
Sikap picik seperti yang ditunjukkan Elihu berasal dari ambisi untuk menjadi orang yang paling benar dan bukan berasal dari kepeduliannya akan penderitaan Ayub. Yang sangat disayangkan justru hal seperti ini banyak terjadi di gereja. Orang-orang yang merasa memiliki kebenaran cenderung mengendalikan dan menerapkan kebenaran secara "sempit", ia tidak membawa orang mendekat kepada Tuhan. Akibatnya, umat Tuhan akan disesatkan oleh kebenaran yang separuh tersebut.
Camkan: Pada waktu kita menempatkan diri di posisi sempurna Allah, kita sedang menyingkirkan Allah.
Pembacaan AYUB 35 (hari ke 471)
Tafsiran
Konselor sejati peduli dengan kliennya yang bermasalah. Ia akan menolong si konseli. Namun, tidak jarang konselor terjebak hanya untuk membuktikan kebenaran teorinya atas masalah si konseli. Dengan keyakinan akan kebenaran teorinya tentang Ayub, Elihu menuding Ayub memaksa Allah membenarkan dirinya (ayat 2). Menurut Elihu, Ayub berpandangan bahwa berdosa atau tidak, tidak ada untung rugi bagi dirinya, apalagi bagi Allah (ayat 3). Elihu menjawab Ayub dengan mengatakan bahwa Allah memang tidak dirugikan dengan dosa Ayub, tetapi justru Ayub sendiri yang akan dirugikan (ayat 6-8). Oleh karena perbuatannya yang angkuh, menolak dan menyepelekan Allah (ayat 10-11, 14-16) maka Ayub akan menerima ganjaran setimpal tanpa pengampunan (ayat 12-13).
Sebenarnya, jawaban Elihu klise. Pertama, jawaban Elihu yang berkaitan dengan sikap Allah, hanya merupakan pengulangan dari pembicaraan Ayub dengan ketiga temannya yang dicatat pada pasal 7-22. Kedua, anggapan Elihu akan Allah ternyata salah. Ia bukan Allah yang tak memiliki perasaan, yang semata-mata mempertahankan prinsip kebenaran dengan arogan. Ia adalah Allah yang berespons terhadap sikap manusia yang salah. Allah sedih melihat ciptaan-Nya memberontak terhadap-Nya. Saat Allah menghukum, Ia menghukum dengan kasih.
Tanpa pengenalan yang benar akan hakikat Allah yang peduli akan keberdosaan umat-Nya, orang Kristen mudah sekali kehilangan simpati terhadap penderitaan sesamanya. Yang tersisa hanya sikap menghakimi dan memaksakan pandangannya yang sesat itu terhadap sesamanya. Kita perlu berpaling pada Dia dan belajar dari Tuhan Yesus yang lemah lembut dan rendah hati terhadap orang-orang lemah dan berbeban berat (Mat. 11:28-30).
Doaku: Ampuni aku Tuhan, bila selama ini aku telah menjadi hakim pada sesamaku. Tolong, penuhi aku dengan kasih-Mu supaya aku mengasihi mereka.
Pembacaan AYUB 36 (hari ke 472)
Tafsiran
Pasal ini berfokus khusus pada sifat Allah yang adil, tetapi berbelas kasih dan sukar dipahami. Elihu memulai dengan menyatakan bahwa ia belum selesai bicara demi Allah (ayat 2). Ironisnya, ungkapan Elihu bahwa dirinya memiliki pengetahuan adalah yang diucapkannya tentang Allah yang pengetahuan-Nya sempurna (ayat 37:16). Hal ini mengakibatkan perkataan Elihu pun mendekati penghujatan.
Dalam ayat 5-12, Allah digambarkan sebagai mahakuasa dan adil. Ia menghukum kejahatan dan membela orang tak bersalah, dan berbelas kasih kepada mereka yang memperhatikan peringatan-Nya. Ia menempatkan orang-orang benar seperti raja-raja di takhta-Nya (ayat 7). Orang-orang jahat akan dihukum, namun mereka akan diselamatkan bila bertobat (ayat 8-12). Ayat 11-12 mengingatkan kita akan Ulangan 28 yang berbicara tentang kutuk dan berkat. Orang-orang yang tak bertuhan sangat tak berpengharapan karena keras kepala dan tidak berseru kepada Allah (ayat 13-15). Ini sangat bertolak belakang dengan mereka yang mencari Tuhan. Ayub pun harus berseru kepada Allah dan tidak boleh keras hati dengan bersikeras pada kasusnya (ayat 16-21).
Elihu kemudian melanjutkan peringatannya dengan mengingatkan sifat Allah (ayat 22-33). Allah adalah Allah yang tak terbatas kuasanya dan tak terpahami. Karena itu, Ia pasti adil. Allah yang begitu ditinggikan adalah guru yang tak terbandingkan (ayat 22), meski tak terpahami. Ia tak perlu diajar siapa pun. Jika manusia tidak dapat mengajar Allah tentang bagaimana mengatur alam semesta, manusia pun tak berhak menuduh Allah (ayat 23). Itu sebabnya Ayub diperintahkan untuk memuji Allah bersama dengan ciptaan yang lainnya (ayat 24-26). Bukankah Allah adalah Allah yang bekerja dengan cara misterius seperti memberi hujan ke bumi (ayat 27-28) dan memberikan guntur yang menakutkan orang-orang zaman itu (ayat 29-33)? Elihu mendorong Ayub agar mengetahui sifat Allah yang maha-kuasa dan melampaui akal.
Renungkan: Sebelum memberikan orang lain nasihat, atau petunjuk, bercermin dirilah di hadapan sifat Allah yang mahakuasa dan tak terpahami.
Belajar Ayub 38
"Tuhan Meladeni Ayub"
Ayub 38:3 (TB) Bersiaplah engkau sebagai laki-laki! Aku akan menanyai engkau, supaya engkau memberitahu Aku.
Kali ini Tuhan meladeni tantangan Ayub, "Bersiaplah engkau sebagai laki-laki ! Aku akan menanyai engkau, supaya engkau memberitahu Aku (ay.3)
Jawaban Tuhan kepada Ayub bukan berupa penghakiman kepada Ayub. Kalau mau Tuhan menghukum kekurangajaran Ayub. Tuhan tidak melakukan itu. Sebaliknya, Tuhan justru menceritakan tentang kekuasaan-Nya di alam semesta. Seolah-olah Tuhan sedang menggiring Ayub agar jangan meresponi semua peristiwa dengan hikmat manusia yang kecil dan terbatas.
Tanpa kita sadari, Tuhan kerap berbicara kepada kita melalui kebesaran alam semesta yang diciptakan-Nya.
Jika Tuhan tanpa salah dalam mengatur alam semesta, mungkinkah Dia salah dalam mengatur jalan hidup kita?
Jika Tuhan melakukan perkara-perkara besar dan ajaib di jagad raya ini, bukankah Dia juga bisa melakukannya dalam hidup kita ?
Jika Tuhan peduli dengan alam semesta, bagaimana mungkin Tuhan tidak peduli dengan biji mata-Nya sendiri?
Memikirkan semuanya itu harusnya membuat kita takjub. Takjub akan kebesaran Tuhan, tapi juga takjub akan kasih setia Tuhan dalam hidup kita. Kita sungguh kecil jika dibandingkan dengan kebesaran alam semesta, namun Tuhan justru menyatakan kasih-Nya kepada kita yang kecil ini.
Terus bersyukur kepada Allah kita yang hidup yang terus-menerus memelihara kita sampai hal yang terkecil yang kita anggap biasa dalam hidup kita. Tetaplah semangat dan jalani hidup ini dengan penuh bertanggung jawab. Tuhan Yesus Memberkati. Amin
Pembacaan AYUB 37 (hari ke 473)
Tafsiran
Dalam dunia pramodern, setiap gejala alam selalu dikaitkan secara langsung dengan kegiatan dewa dewi tertentu. Hubungan sebab akibat yang mekanis ini dipakai Elihu untuk menjelaskan kaitan Allah dengan penderitaan Ayub.
Bagi Elihu, semua gejala alam yang dahsyat, yang menakutkan, dan yang tidak mampu dikendalikan manusia merupakan manifestasi kebesaran dan kemuliaan Allah (ayat 2-13). Allah memakai alam yang dikendalikan-Nya untuk mengajarkan manusia akan kedaulatan-Nya (ayat 7), baik untuk menghukum dosa maupun menyatakan anugerah (ayat 13). Berdasarkan pola pandang ini, Elihu mendesak agar Ayub mengakui bahwa hal-hal ajaib itu jauh di luar jangkauan pengertiannya (ayat 14-18). Ayub harus menyadari bahwa ia tidak memiliki hak sedikit pun untuk meminta kematian (ayat 20; lih. psl. 3), apalagi menggugat Allah sebagai pihak yang bertanggung jawab atas penderitaannya itu. Elihu berkata ia tidak bisa mewakili Ayub menghadapi Allah dengan sikap Ayub yang seperti itu (ayat 19). Sebagai seseorang yang mengaku berhikmat, Ayub telah bersikap bodoh.
Ulasan Elihu ini telah menempatkan Allah dalam suatu kotak sistem yang sempit dan kaku, seolah tindakan Allah dapat dimengerti pikiran manusia sehingga seseorang dapat menghasilkan manifestasi positif terhadap situasi buruk yang menimpanya. Penderitaan menunjukkan Ayub berada di pihak yang salah. Tidak ada jalan lain bagi Ayub kecuali bertobat agar manifestasi kasih karunia-Nyalah dinyatakan kepadanya. Syukur kepada Tuhan! Allah kita bukanlah allahnya Elihu yang terikat oleh sistem buatan manusia. Dia adalah Allah yang mengasihi dan peduli akan ciptaan-Nya. Dalam Kristus, Ia menebus manusia agar kembali utuh dalam gambar kemuliaan Allah.
Doaku: Terima kasih Tuhan karena kami tahu semua yang Tuhan izinkan terjadi dalam hidup kami ada dalam kendali tangan-Mu yang penuh kasih dan kuasa.
Hari ke 474 pembacaan AYUB 38
Tafsiran
Ketika pada akhirnya Ayub melayangkan gugatan kepada Allah (ayat 31:35), Ayub telah bertindak seolah ia mengerti masalah penderitaannya adalah masalah dengan Tuhan. Ayub menuntut Allah agar bertanggung jawab atas penderitaannya. Namun, Allah tidak menjawab gugatan Ayub. Sebaliknya, Allah mempertanyakan hak Ayub menggugat Dia. Siapakah Ayub, ciptaan dibandingkan dengan Allah, Pencipta?
Karena Ayub menantang Allah maka Allah balik menantang Ayub. Allah mulai dengan pertanyaan pertama: di manakah Ayub ketika alam semesta dan segala isinya diciptakan (ayat 38:4-21)? Adakah Ayub hadir ketika Allah berkarya? Di mana Ayub waktu TUHAN menciptakan bumi, (ayat 4-7); laut (ayat 8-11); pagi hari (ayat 12-15); dunia dalam (ayat 16-18); terang (ayat 19-21); salju (ayat 22-23); badai (ayat 24-27); hujan (ayat 28-30); bintang-bintang (ayat 31- 33); awan (ayat 34-38). Pertanyaan kedua: apakah Ayub bisa mengatur alam semesta yang telah diciptakan Allah secara dahsyat? Pertanyaan-pertanyaan tersebut tentu saja tidak dapat dijawab oleh Ayub, tetapi sebaliknya menggugah hati Ayub. Respons Ayub ini sekaligus menunjukkan suatu pengakuan bahwa ada perbedaan kualitas antara dirinya dengan diri Allah. Perbedaan kualitas yang tidak terjembatani, sehingga tidak layak Ayub berbantahan dengan Allah.
Pertanyaan-pertanyaan Allah yang tak dapat dijawab menyadarkan Ayub untuk belajar dua hal: [1] Ayub mengakui bahwa bukan ia yang mampu atau berhak mengatur dan menentukan jalan kehidupan di alam ciptaan Allah ini; [2] Ayub mengakui sepenuhnya bahwa Allah Pencipta berdaulat penuh atas seluruh alam ciptaan termasuk dirinya. Jika demikian pantaskah Ayub menggugat Allah karena penderitaannya?
Renungkan: Jangan pernah menuduh Allah sebagai penyebab penderitaan Anda. Sepatutnya pergunakan hak Anda untuk menyembah Dia dan mohon pimpinan serta pertolongan-Nya.
Belajar Ayub 39
"Ayub Sadar"
Ayub 39:37 "Sesungguhnya, aku ini terlalu hina; jawab apakah yang dapat kuberikan kepada-Mu? Mulutku kututup dengan tangan.
Tuhan punya banyak cara untuk menyadarkan Ayub. Bisa saja Tuhan memakai cara yang keras untuk menyadarkan Ayub. Namun alih-alih melakukan dengan cara itu, Tuhan malah memakai cara tidak lazim, yaitu menunjukkan bagaimana Tuhan peduli dengan binatang-binatang di bumi ini.
Sebagaimana jalan Tuhan sulit dipahami, cara Tuhan untuk menyadarkan Ayub juga sulit untuk kita mengerti. Namun toh mata rohani Ayub terbuka. Seolah-olah semua selaput yang menutup mata rohaninya disingkapkan Tuhan dengan cara itu. Ayub sadar betapa semuanya itu telah menunjukkan betapa ajaibnya Tuhan. Ayub pun merendahkan diri di hadapan Tuhan dengan mengakui, "Sesungguhnya, aku ini terlalu hina; jawab apakah yang dapat kuberikan kepada-Mu ? Mulutku kututup dengan tangan," (ayat. 37).
Ayub benar-benar ngeri jika saja Tuhan hilang kesabaran dan menjatuhkan hukuman kepadanya.
Ada waktu-waktu tertentu di mana kita merasa sulit memahami jalan Tuhan. Itu membuat kita kecewa, putus asa, dan tawar hati. Itu membuat kita menjauh dari Tuhan, bahkan membuat kita meninggalkan-Nya. Jika itu yang terjadi, mintalah Tuhan agar Dia membuka selaput yang selama ini menutup mata rohani kita. Karena kita menilai dari kacamata jasmani, maka kita tidak mungkin bisa menyelami apa yang sedang Tuhan kerjakan dalam hidup kita. Ketika mata rohani kita terbuka barulah kita akan melihat betapa ajaibnya jalan-jalan Tuhan, betapa besarnya kasih setia Tuhan, dan betapa sabarnya Tuhan kepada kita. Saat itulah kita akan merendahkan diri seperti Ayub dan menyesali kebodohan kita.
Mintalah Tuhan menyingkapkan selaput yang selama ini menutupi mata rohani kita.
Selamat libur akhir pekan & Selamat mempersiapkan Ibadah Minggu bersama keluarga. Tuhan Yesus Memberkati
Belajar Ayub 40
"Tuhan Menantang Ayub"
Ayub 40:8 (TB) (40-3) Apakah engkau hendak meniadakan pengadilan-Ku, mempersalahkan Aku supaya engkau dapat membenarkan dirimu ?
Kalau di pasal-pasal sebelumnya Tuhan menyatakan kuasa-Nya dalam kebesaran semesta, dalam pasal 40 ini Tuhan menantang Ayub untuk memberi gambaran bahwa umat manusia tidak sanggup menghadapi binatang kuat seperti kuda Nil atau buaya yang Allah ciptakan.
Kekuatan Allah jauh melampaui kekuatan manusia. Hikmat Allah jauh melampaui hikmat manusia. Bagaimana mungkin Ayub bisa mempersalahkan Tuhan supaya dia dapat membenarkan dirinya sendiri (ay. 3) ?
Jangan pernah mempersalahkan Tuhan.
Jangan pernah membenarkan diri di hadapan Allah. Itu sungguh kelewatan !
Jangan sampai karena hal itu Tuhan menantang kita untuk berperkara seperti halnya Tuhan menantang Ayub untuk memberi jawab kepada-Nya.
Mempersalahkan Tuhan dan melakukan pembenaran diri biasanya didasari sikap hati yang meremehkan tindakan Tuhan. Tidak peduli sesulit apapun kehidupan yang harus kita jalani, jangan pernah merasa diri benar di hadapan Tuhan dan menganggap Tuhan keliru dengan mengizinkan semua penderitaan itu datang dalam hidup kita. Siapa kita sehingga kita berani mempertanyakan kebijaksanaan Tuhan? Siapa kita sehingga kita berani menggugat Allah Pencipta ?
Selamat menjalankan tugas dan tanggung jawab kita hari ini, tetaplah semangat dan terus hidup dalam kebenaran firman-Nya. Tuhan Yesus Memberkati. Amin
Belajar Ayub 41
"Hanya Kasih Karunia"
Ayub 41:10 (TB) (41-1) Orang yang nekat pun takkan berani membangkitkan marahnya. Siapakah yang dapat bertahan di hadapan Aku?
Hanya Ayub satu-satunya manusia yang berani menantang Tuhan, menggugat Tuhan, bahkan mengajak-Nya berperkara layaknya laki-laki!. Apa yang dipikirkan Ayub pada waktu itu sehingga ia melakukan kenekatan itu. Mungkin saja karena Ayub sudah menjadi sedemikian putus asa dalam menghadapi penderitaannya.
Tuhan memberi jawab kepada Ayub bahwa orang yang nekat pun tidak akan berani membangkitkan amarah Tuhan. Siapakah yang dapat bertahan di hadapan Tuhan (ay. 1) ? Tidak ada !
Pembangunan menara Babel secara tidak langsung merupakan simbol perlawanan dan pemberontakan kepada Tuhan, sebab mereka ingin membangun menara yang puncaknya hingga ke langit. Namun demikian mereka tidak bisa bertahan di hadapan Tuhan.
Siapakah yang berani menghadapi Tuhan dan dibiarkan selamat (ay. 2) ? Tidak ada ! Jika Ayub selamat, itu karena Tuhan mengasihi-Nya. Dalam kekurangajarannya, Tuhan masih memberikan anugerah kepada Ayub untuk bertobat dan menyadari kesalahannya.
Terkadang kita pun bersikap seperti Ayub. Kita menggugat Tuhan di saat mengalami kehidupan yang tidak seperti yang kita harapkan. Bersyukurlah Tuhan memberikan anugerah kepada kita. Tuhan masih memberikan kesempatan kepada kita untuk bertobat. Tidak ada manusia yang bisa bertahan di hadapan-Nya, namun kasih karunia yang kita terima dalam Kristus Yesus membuat kita bisa menghampiri takhta Allah dengan penuh keberanian ( Ibrani 4:16 )
Adalah kasih karunia jika kita bisa menghampiri takhta Allah dengan penuh keberanian
Selamat hari Senin selamat bekerja kembali dan berjuang dalam karya kita hari ini.
Berikan waktu terbaikmu untuk menghampiri takhta Allah. Tuhan Yesus Memberkati. Amin
Belajar Ayub 42
"Mengenal Tuhan Secara Pribadi"
Ayub 42:5 (TB) Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau.
Kisah Ayub berakhir dengan happy ending. Ayub menjadi sadar dan merendahkan diri di hadapan Tuhan.
Saat itulah keluar sebuah pengakuan dalam mulut Ayub tentang pengenalannya kepada Tuhan,"Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau." (ay. 5).
Ayub tak lagi melihat Tuhan yang seolah mempermainkan nasib manusia, tapi melihat Tuhan yang setia dan adil jalan-Nya. Ayub pun mencabut perkataannya dan menyesali semua yang telah dilakukannya (ay.6).
Tuhan memproses supaya Ayub punya pengenalan yang benar akan Tuhan. Setelah proses itu bisa dilalui, maka Tuhan pun memberkati Ayub dan mengembalikan segala sesuatu yang dahulu hilang dari Ayub. Tak tanggung-tanggung, Tuhan memberikan kepada Ayub dua kali lipat dari segala kepunyaannya yang dahulu (ay. 10). Terlihat begitu mudah Tuhan untuk memulihkan dan memberkati Ayub.
Tuhan sedemikian mudah untuk memulihkan dan memberkati kita. Namun sebelum itu terjadi, kita harus menyelesaikan proses yang Tuhan izinkan terjadi dalam hidup kita lebih dulu. Untuk apa Tuhan memproses dan membentuk kita ? Supaya kita punya pengenalan yang benar akan Tuhan ! Mengenal Tuhan bukan dari kata orang, tapi mengenal Tuhan secara pribadi.
Banyak perkara tidak bisa kita pahami. Tidak bisa kita mengerti. Namun ketika kita sudah mengalami perjumpaan dengan Tuhan dan mengenal-Nya secara pribadi, maka kita percaya bahwa Tuhan adalah setia dan penuh rahmat. Dia menyediakan pertolongan tepat pada waktu-Nya.
Kenalilah Tuhan bukan hanya dari kata orang, kenalilah Tuhan secara pribadi
Selamat beraktifitas, tetaplah semangat dan jalani hidup ini dengan ucapan syukur. TUHAN Yesus Memberkati. Amin
Pembacaan AYUB 39 (hari ke 475)
Tafsiran
Setelah Elihu menegaskan bahwa Allah tak dapat ditemui (ayat 37:23), kita dikejutkan dengan kehadiran Yahweh. Kehadiran Allah seakan merupakan pembenaran diri-Nya. Namun, kita melihat bahwa Allah tidak menjawab tuduhan Ayub, melainkan bertanya, menyudutkannya lagi sama seperti yang dilakukan Elihu dalam 37:15-18. Argumen Allah adalah bahwa Ayub ternyata tidak memahami desain yang diciptakan-Nya (ayat 38:2). Kebesaran Allah ini menunjukkan bahwa Ia tidak terkungkung atau dikotak-kotakan dalam pikiran sempit Ayub dan teman-temannya.
Pertemuan ini mengubah konsep Ayub. Yahweh datang dalam badai, suatu tanda kemurkaan. Ayub mungkin berpikir bahwa ia akan dihancurkan Allah. Tetapi, ternyata Allah hanya menusuk dengan kata-kata. Jika Ayub ada waktu penciptaan, ia pasti memiliki hikmat Allah. Perkataan Yahweh selebihnya terdiri dari 2 bagian. Pertama, tentang keteraturan dunia (ayat 38:12-38) dan kedua, tentang dunia binatang (ayat 38:39-39:30). Di bagian pertama, Allah berbicara tentang embun dan pagi (ayat 38:12-15), tentang dunia bawah tanah (ayat 38:16-18), tentang terang dan kegelapan (ayat 38:19-21), tentang salju, hujan batu, dan guruh (ayat 38:22-24), tentang hujan (ayat 38:25-28), tentang es dan embun beku (ayat 38:29-30), tentang langit dan gugusannya (ayat 38:31-33), dan tentang guntur dan awan (ayat 38:34-38). Ayub terpojok. Ia tidak memiliki hikmat penciptaan. Ia tidak memiliki hikmat Allah.
Di bagian kedua, serentetan binatang liar yang asing bagi Ayub didaftarkan: singa (ayat 39:1-2), burung gagak, kambing gunung, dan rusa (ayat 39:3-7), keledai liar (ayat 39:8-11), lembu hutan (ayat 39:12-15), burung unta (ayat 39:16-21), burung elang dan rajawali (ayat 39:29-33), kecuali kuda perang yang tidak liar (ayat 39:22-28). Binatang-binatang liar ini disebutkan untuk menunjukkan ada hal-hal yang berada di luar jangkauan berpikir dan hikmat Ayub. Hal ini ditegaskan kembali dengan penyebutan kuda perang yang ideal yang menunjukkan bahwa Ayub memang tak memiliki hikmat seperti Yahweh.
Renungkan: Jawaban Allah di dalam penderitaan kadang bisa berbentuk pertanyaan yang menyadarkan batas-batas pengertian.
Pembacaan AYUB 40 (hari ke 476)
Tafsiran
Bagian pendahuluan pembicaraan ini (ayat 1-4) merupakan pengulangan dari 38:1-3, namun dengan perbedaan-perbedaan yang berarti. Allah masih berbicara dalam badai, tetapi Ia tidak lagi menganggap Ayub tidak tahu (ayat 3), sebagaimana dalam 38:2. Allah kini berurusan langsung dengan tuduhan Ayub karena Ayub ingin memasukkan-Nya ke bui. Ayat-ayat ini begitu jelas menggunakan istilah-istilah dalam pengadilan: pengadilan, menyalahkan, membenarkan. Tidak ada area netral: ini adalah masalah benar atau salah. Kata-kata Allah dalam kata ganti orang ke-3 (ayat 4) menunjukkan bahwa Allah menangani kasus-Nya dengan menunjukkan kekuasaan-Nya yang tidak terbatas, bukan dengan membela diri. Dengan kata lain, yang berkuasa, Dialah yang benar.
Namun, selanjutnya Yahweh juga mengambil posisi moral (ayat 5-9). Secara tidak langsung, dinyatakan bahwa hanya Allah yang memiliki kuasa untuk menundukkan kejahatan dalam masyarakat manusia. Jika Allah memang gagal untuk menyatakan keadilan, apalagi gagal bersikap adil, kini Ayub ditantang untuk menyatakan, dan melakukan apa yang telah "gagal" dilakukan Allah. Jika Ayub mampu melakukan hal itu, dan tentu saja ia tidak bisa, maka Allah akan memuji dia (ayat 9). Bagian ini menyatakan sekali lagi kuasa Allah yang berhak menghakimi manusia yang bisa keliru, sekaligus menunjukkan ketidakmampuan Ayub.
Bagian selanjutnya menggambarkan kuda Nil (Behemoth) (ayat 10-19) dan buaya (Lewiatan) (ayat 40:10-41:25) yang diciptakan Yahweh. Tidak jelas binatang macam apa mereka ini. Ada yang menganggap mereka hanya binatang mitos, tetapi mereka digambarkan jelas di mata Ayub sebagai makhluk-makhluk ciptaan Yahweh yang mengagumkan (ayat 10). Bagian ini menggambarkan tentang Behemoth yang menyerupai kuda Nil. Ia kuat dan besar, serta memakan tumbuh-tumbuhan (ayat 10), juga hidup di sungai - tetapi sebenarnya bisa juga berarti makhluk daratan. Binatang yang luar biasa ini tunduk kepada kuasa Allah.
Renungkan: Menyerah kepada Allah di dalam misteri jauh lebih sulit daripada menyerah di dalam pengetahuan. Inilah iman.
Merenungkan Mazmur 2
"Tuhan di Pihak Kita"
Mazmur 2:2 (TB) Raja-raja dunia bersiap-siap dan para pembesar bermufakat bersama-sama melawan TUHAN dan yang diurapi-Nya:
Bangsa-bangsa ini rusuh dan bermufakat melawan Israel. Namun yang menarik justru apa yang dikatakan ayat 2, "Raja-raja dunia bersiap-siap dan para pembesar bermufakat bersama-sama melawan TUHAN dan yang diurapi-Nya."
Secara lahiriah memang raja-raja dunia ini bermufakat untuk melawan bangsa Israel, namun secara tidak langsung sebenarnya mereka sedang melawan Allah sendiri ! Itulah keyakinan umat Israel. Melawan mereka sama saja melawan Tuhan yang berada di pihak mereka.
Pemazmur mencoba mengingatkan bangsa-bangsa itu agar mengurungkan niatnya melawan umat Israel, supaya jangan sampai murka Tuhan menyala-nyala atas mereka (ay.12).
Jika Allah ada di pihak kita, siapkah lawan kita (Roma 8:31) ? Mengusik umat Allah sama saja mengusik biji mata Allah sendiri. Keyakinan seperti ini yang perlu kita pegang pada saat kita diperhadapkan dengan berbagai macam tantangan dan pergumulan hidup. Jika kita berada di pihak Allah, maka Tuhan akan memihak kita.
Jika Tuhan memihak kita, tidak ada satupun yang bisa bertahan di hadapan-Nya. Inilah janji kemenangan yang diberikan kepada orang percaya. Pandanglah Kristus dan lihatlah keselamatan yang datang daripada-Nya. Pandanglah Kristus dan lihatlah kemenangan yang diberikan kepada kita. Kita lebih dari pemenang !!
Selamat berkarya, tetaplah semangat dan jangan lupa untuk selalu bersyukur. Tuhan Yesus Memberkati. Amin
Pembacaan AYUB 41 (hari ke 477)
Tafsiran
Pepatah mengatakan bahwa di atas langit masih ada langit. Artinya manusia tidak boleh merasa sombong karena kehebatan atau kekuasaannya sebab masih ada orang yang lebih hebat lagi. Tidak ada apa pun yang dimiliki manusia yang patut disombongkan karena Dia yang empunya segala ciptaan di alam semesta ini jauh lebih tinggi.
Binatang perkasa seperti buaya/leviathan yang tak tertandingi kekuatan manusia, takluk di bawah kuasa Allah, Sang Penciptanya (ayat 1a). Allah juga menekankan bahwa semua ciptaan-Nya termasuk binatang-binatang terbuas dan menakutkan pun takkan bisa melawan-Nya (ayat 1b-2). Deskripsi yang diuraikan Allah menunjukkan bahwa binatang ini sangat perkasa (ayat 3-25). Bukan hanya tidak mempan dengan senjata tajam dari luar, ia juga ganas saat meremukkan musuhnya. Sebagai binatang amfibi, ia perkasa dalam samudera raya, dan di daratan. Sebenarnya, deskripsi ini melebihi gambaran buaya yang kita kenal sekarang ini. Mungkin deskripsi ayat 9-12, 23-25 menunjuk akan makhluk dalam mitologi yang disembah oleh dunia kafir pada waktu itu. Allah bukan hanya berdaulat atas ciptaan-Nya yang alami, tetapi juga atas makhluk-makhluk supranatural atau ilah-ilah sesembahan orang yang tidak mengenal Tuhan, Allah Israel. Kuasa kegelapan yang menakutkan bangsa-bangsa kafir ada di dalam kendali Allah yang Mahakuasa.
Semua pembahasan akan kehebatan binatang ini semakin menyadarkan kita bahwa kita adalah makhluk fana yang tidak kuat dan perkasa. Jangankan melawan kuasa supranatural, menghadapi kekuatan-kekuatan alam saja kita tak berdaya. Apalagi melawan Allah! Bersama dengan Ayub kita belajar menundukkan diri di hadapan-Nya yang akan mengarahkan dan memakai hidup kita menjadi agen kemuliaan-Nya dalam dunia ini.
Renungkan: Allah di dalam Kristus akan memakai dan memperlengkapi kita untuk berperang melawan kuasa gelap dan merebut dunia ini bagi kerajaan Allah.
Pembacaan AYUB 42 (hari ke 478)
Ayub 42:5 (TB) Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau.